Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta- Abdullah Hehamahua, bekas Penasihat KPKmengungkapkan enam alasannya mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi atas Perpu Covid-19.
"Pertama, Perpu Nomor 1/2020 termasuk korupsi politik," kata Abdullah kepada Tempo hari ini, Ahad, 19 April 2020.
Abdullah menjelaskan, korupsi politik adalah korupsi yang dilakukan pihak-pihak terkait melalui undang-undang atau kebijakan yang seakan-akan bertujuan baik tetapi hakikatnya untuk kepentingan golongan tertentu.
"Dalam hal ini kepentingan konglomerat dan elite politik busuk yang serakah dalam mempertahankan kekuasaan dan aset mereka."
Selain Abdullah, ada sejumlah tokoh lainnya yang menjadi pemohon uji materi ke MK atas Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
Mereka antara lain pendiri Partai Amanat Nasional Amien Rais, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Sri Edi Swasono, dan Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin.
Menurut Abdullah, alasannya yang kedua adalah KPK bisa menindak pihak-pihak yang terkait jika Perpu Covid-19 dilaksanakan.
Dia menjelaskan, KPK pernah melakukannya terhadap Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan, besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Aulia kala itu dianggap menerbitkan kebijakan yang bertentangan dengan undang-undang hingga merugikan keuangan negara.
Alasan ketiga, Abdullah melanjutkan, secara prosedural penerbitan Perpu Covid-19 bertentangan dengan putusan MK Nomor 138 Tahun 2009 tentang persyaratan diterbitkannya perpu.
Ia juga menyebut Perpu Covid-19 bertentangan dengan UUD 1945.
Alasan keempat, Presiden Joko Widodo dianggap melakukan pelanggaran serius dengan adanya 'pasal impunitas' dalam Perpu Covid019 bagi para pihak yang terlibat dalam penggunaan keuangan negara.
"Suatu kekebalan luar biasa yang bertentangan dengan UUD'45," ucapnya.
Alasan Abdullah kelima, sebenarnya pemerintah dapat menggunakan instrumen yang sudah ada untuk konteks penanganan Covid-19.
Instrumen yang dimaksudnya adalah UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU Nomor 4 Tahun 1988 tentang Wabah dan Penyakit Menular, dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Adapun alasan keenam adalah tanpa menerbitkan Perpu Covid-19 pemerintah dapat mengikuti proses baku melalui APBNP untuk menyiapkan anggaran penanganan pandemi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini