Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Yogyakarta-Bergulirnya hak angket Dewan Perwakilan Rakyat pada Komisi Pemberantasan Korupsi ditanggapi dingin oleh Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan. Basaria yakin sidang hak angket tidak jadi digelar. "Silakan saja, tapi saya yakin kayaknya sih tidak jadi," kata Basaria di kantor Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu, 3 Mei 2017.
KPK, kata dia, mempunyai hak dan diatur oleh undang-undang. Dalam proses penyidikan, ujar Basaria, KPK punya tanggung jawab untuk melindungi apa yang dilakukan oleh para penyidiknya.
Baca: Publik Menolak Hak Angket DPR terhadap KPK
Proses penyidikan yang tertuang di berita acara pemeriksaan (BAP), ujar dia, tidak boleh sembarangan dibuka. Semua hasil penyidikan akan dibuka di persidangan. Saat ini penyidik masih melakukan pengembangan penyidikan korupsi e-KTP dan diminta supaya tidak diganggu.
"Tapi kami tidak terganggu oleh hal itu (hak angket DPR), biarlah wilayah masing-masing. Kami melakukan tugas benar-benar konsentrasi dalam penyelesaian penyidikan kasus e-KTP," kata dia.
Menurut Basaria, hak angket tidak perlu ditolak. Soal hak angket itu salah sasarn, ia meminta tidak perlu diperdebatkan. Ihwal penetapan Miryam S Haryani sebagai tersangka karena memberikan keterangan palsu, KPK juga punya dasar. Yaitu pasal 22 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi karena yang bersangkutan dinilai menghalang-halangi penyidikan.
Simak: Bambang Widjojanto Tunjukkan Kasus-kasus Layak Hak Angket DPR
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman menuturkan DPR tidak punya hak angket terhadap KPK. Karena hak angket sudah diputuskan dan akan digelar usai masa reses, ia meminta KPK tidak membuka pemeriksan terhadap kasus e-KTP atau yang berkenaan dengan substansi perkara.
"Keterangan yang bersifat projusticia tidak boleh dibuka selain di forum pengadilan. Kalau itu dibuka justru KPK sendiri yang akan melanggar hukum. Jika DPR memaksa agar membuka informasi atau keterangan yang bersifat projusticia maka DPR melanggar undang-undang KPK maupun Undang-Undang Tindak Pidana korupsi," kata dia.
MUH SYAIFULLAH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini