Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Tan Malaka atau Sutan Ibrahim lahir 2 Juni 1987 di Nagari Pandam Ganang, Gunuang Omeh, Sumatera Barat. Sejak kecil, pria ini sudah mendapat gelar Datuak Sutan Malaka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Masa remaja Tan Malaka dihabiskan di Kweekschool, sekolah guru negara di Fort de Knock. Kemudian pada 1913 ia melanjutkan studi ke Rijkskweekschool atau sekolah pendidikan guru pemerintah di Belanda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Semasa kuliah Tan Malaka mulai membaca buku karya Vladimir Lenin, Karl Marx, dan Friedrich, sebab ketertarikannya pada Sosialisme dan Komunisme dalam memaknai arti revolusi.
Selepas kuliah Tan Malaka kembali ke Indonesia, lantas mengabdikan diri dengan mengajar anak-anak kuli di perkebunan teh Sanembah, Sumatera Utara. Selama mengajar, Tan semakin merasakan penderitaan dan perbedaan kelas yang dialami orang-orang pribumi di Sumatera.
Semasa hidupnya, Tan Malaka kerap jadi incaran Belanda, sebab itu keberadaannya sulit diketahui. Jurnal TAN MALAKA (Ditinjau dari Perspektif Perjuangan Bangsa) yang ditulis Randy Fadillah Gustaman menyampaikan bahwa, Tan Malaka sudah menjelajahi dua benua dengan total perjalanan sejauh 89 ribu kilometer. Setiap pindah Tan Malaka dikabarkan mengubah namanya, sejauh jurnal milik Randy, diketahui Tan Malaka memiliki 23 nama palsu.
Pada 7 November 1948 Tan Malaka membentuk partai Musyawarah Rakyat Banyak atau Murba, partai ini menganut pemahaman antifasisme, antiimperialisme, dan antikapitalisme. Setelahnya ia membentuk pasukan Gerilya Pembela Proklamasi guna melawan Belanda, sayang aksi ini tak mendapat dukungan TNI.
Namun sepak terjang perjuangan Tan Malaka harus terhenti pada Februari 1949, saat ia dan pengikutnya yang dianggap berpaham kiri ditangkap di Kediri, Jawa Timur. Saat itu Tan Malaka dikabarkan dieksekusi mati dengan cara ditembak, kemudian jasadnya dimakamkan di Selopanggung, Kediri.
Sebelum berpulang, Tan Malaka sempat menulis beberapa karya yakni Naar de Republiek Indonesia, Tanah Orang Miskin di Het Vrije Woord edisi Maret 1920, Aksi Massa, Dari Penjara ke Penjara, Maifesto Jakarta, Rencana Ekonomi Berjuang, Pidato Purwokerto, Gerpolek: Gerilya, Politik, Ekonomi.
Buku Naar de Republiek Indonesia merupakan karya Tan Malaka yang menginspirasi Sukarno dan Hatta membentuk Republik Indonesia. Sebab buku ini berisi konsep bangsa Indonesia dan perjuangan kemerdekaan pribumi untuk lepas dari kolonialisme. Maka itu, Tan Malaka mendapat julukan Bapak Republik Indonesia.
DELFI ANA HARAHAP