Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Iluni FHUI Sebut Pengabaian Putusan MK oleh DPR Cermin Buruk Supremasi Hukum Indonesia

ILUNI FHUI menentang adanya praktik pembegalan demokrasi di Tanah Air yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR.

21 Agustus 2024 | 23.00 WIB

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) saat memimpin sidang putusan dismissal terkait perkara sengketa Pileg 2024 hari ini di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 21 Mei 2024. Sebanyak 207 perkara akan dibacakan putusan dismissal-nya. Secara keseluruhan, terdapat 297 perkara sengketa Pileg, baik Pileg DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, hingga DPRD Kabupaten/Kota yang didaftarkan ke MK.TEMPO/Subekti.
Perbesar
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) saat memimpin sidang putusan dismissal terkait perkara sengketa Pileg 2024 hari ini di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 21 Mei 2024. Sebanyak 207 perkara akan dibacakan putusan dismissal-nya. Secara keseluruhan, terdapat 297 perkara sengketa Pileg, baik Pileg DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, hingga DPRD Kabupaten/Kota yang didaftarkan ke MK.TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia atau ILUNI FHUI menentang adanya praktik pembegalan demokrasi di Tanah Air yang dilakukan oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. Hal ini merespons sikap pembangkangan DPR terhadap putusan Mahkamah Konstitusi atau MK soal Undang-undang Pilkada.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Sehari pascaputusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dibacakan, DPR lewat Badan Legislasi atau Baleg menggelar rapat panitia kerja atau panja untuk membahas RUU Pilkada itu pada Rabu, 21 Agustus 2024. Dalam pembahasannya, Baleg DPR menyepakati untuk tidak mengakomodir putusan MK soal aturan ambang batas pencalonan kepala daerah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK menurunkan aturan ambang batas pencalonan kepala daerah untuk partai politik. MK menyatakan, seluruh partai politik peserta pemilu, baik yang mendapatkan kursi di DPRD ataupun tidak, bisa mendaftarkan dan mengusung pasangan calon kepala daerah.

Ketua Umum ILUNI FHUI, Rapin Mudiardjo mengatakan, praktik semacam itu merupakan ancaman serius terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi hukum bagi Indonesia. Menurut dia, sikap DPR yang menganulir putusan MK sebagai tindakan pembangkangan terhadap konstitusi.

"Hal ini merupakan preseden buruk yang merusak tatanan bernegara, seakan keberadaan putusan MK yang berkekuatan hukum tetap berdasarkan Pasal 24C Undang-undang Dasar NRI 1945, hanyalah secarik tulisan tanpa makna," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu, 21 Agustus 2024.

Ia menyatakan, pengabaian putusan MK oleh DPR ini menjadi cerminan buruknya supremasi hukum di Indonesia. Akibatnya, kata Rapin, negara dengan supremasi hukum bakal mendapat stigma negatif secara global.

Tak hanya itu, ia menilai Indonesia kemungkinan akan kehilangan reputasi baik di mata komunitas internasional. Buruknya supremasi hukum di Indonesia, ujarnya, juga membuat negara-negara lain enggan bekerja sama di berbagai bidang, termasuk bidang ekonomi.

Padahal, katanya, saat ini pemerintah sedang membutuhkan dana untuk pembangunan mega proyek era Presiden Joko Widodo. Ia menilai, ekosistem hukum Indonesia sekarang ini yang jauh dari nilai-nilai demokratis, bakal membuat calon investor berpikir dua kali untuk berinvestasi di Indonesia.

Rapin juga mengungkapkan, dampak dari lemahnya supremasi hukum ini berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan terhadap institusi hukum. Hal ini, menurut dia, dapat menyebabkan disintegrasi sosial.

"Di berbagai lini juga berdampak pada meningkatnya kejahatan dan keresahan di kalangan masyarakat," ujarnya.

Ia mengatakan, sikap ketidakadilan berkelanjutan yang ditunjukkan pemerintah ini juga bisa memicu protes massal dan menciptakan kerusuhan. "Artinya, terlalu banyak yang dipertaruhkan dengan adanya proses pembegalan demokrasi ini, hanya untuk melanggengkan kepentingan segelintir elite-elite politik di negara ini," kata Rapin.

Padahal, ujarnya, supremasi hukum semestinya dijaga dan dipertahankan demi kelangsungan demokrasi yang sehat dan berkeadilan. Karena itu, ILUNI FHUI mendesak DPR dan pemerintah agar tidak melanjutkan pembahasan RUU Pilkada ini.

Sebab, menurut dia, pembahasan RUU Pilkada ini dilaksanakan secara sembrono dan hanya demi kepentingan politik golongan tertentu menjelang Pilkada serentak 2024. Selain itu, ILUNI FHUI menuntut DPR dan pemerintah mengedepankan materi dan norma yang ada di putusan MK.

"Kami juga mengimbau agar seluruh lapisan masyarakat untuk terus mengawal proses revisi UU Pilkada," ucapnya.

Novali Panji Nugroho

Lulus dari Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Bergabung dengan Tempo pada September 2023. Kini menulis untuk desk Nasional, mencakup isu seputar politik maupun pertahanan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus