Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Difabel

Jangan Menyuntikkan Anti-psikotik tanpa Persetujuan Difabel Mental Psikososial

Perlakuan tak manusiawi yang diterima difabel mental psikososial antara lain pemasungan, penggundulan, pelecehan seksual, dan lainnya.

26 Oktober 2020 | 10.00 WIB

Ilustrasi pasung. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi pasung. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Penyuntikkan obat anti-psikotik kepada difabel mental psikososial tanpa persetujuan dari difabel yang bersangkutan melanggar konvensi PBB tentang Hak Penyandang Disabilitas atau UNCRPD. Direktur Perhimpunan Jiwa Sehat, Yeni Rosa Damayanti mengatakan mestinya ada metode medis yang harus diterapkan saat mengatasi kondisi penyandang disabilitas mental psikososial yang sedang gaduh gelisah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Harus ada metode deeskalasi yang dilakukan saat penyandang disabilitas mental psikososial mengalami keadaan gaduh gelisah," kata Yeni Rosa Damayanti dalam diskusi virtual tentang hambatan penegakan HAM bagi penyandang disabilitas psikososial dalam rangkaian acara Temu Inklusi 2020, Jumat 23 Oktober 2020. Menurut dia, saat ini dunia kedokteran internasional sudah menerapkan deeskalasi tersebut sebelum menyuntikkan obat anti-psikotik kepada disabilitas mental psikososial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Metode deeskalasi merupakan terapi komunikasi antara pasien dengan tenaga medis untuk masalah yang terjadi melalui hipnoterapi. Metode deeskalasi ini wajib diterapkan lantaran penyandang disabilitas mental psikososial tidak selalu mengamuk atau tidak dapat diajak bicara saat sedang mengalami kondisi gaduh gelisah. "Pada seorang penyandang disabilitas mental psikososial, kondisi gaduh gelisah memiliki kadar tertentu dan terkadang terjadi saat mereka dalam keadaan sadar," kata Yeni.

Perhimpunan Jiwa Sehat menerima banyak pengaduan dari penyandang disabilitas mental psikososial yang dipaksa menerima suntikan obat anti-psikotik tanpa persetujuan mereka. Kebanyakan para penyandang disabilitas ini menghuni panti sosial di beberapa kota besar di Pulau Jawa, salah satunya Jakarta.

"Bahkan ada panti sosial yang menyuntikkan obat anti-psikotik secara bersamaan kepada 450 penyandang disabilitas mental psikososial yang menjadi penghuninya secara bersamaan," kata Yeni. Penyuntikan secara serentak itu tanpa dasar diagnosa medis dan dipukul rata. "Ini berbahaya."

Data Perhimpunan Jiwa Sehat menunjukkan lebih dari 3.000 orang dengan disabilitas mental psikososial menjadi penghuni di panti-panti sosial di sejumlah kota di Pulau Jawa. Para penghuni panti sosial tersebut sebagian besar mendapatkan perlakuan tidak manusiawi karena dianggap tidak memiliki kapasitas mental dan kapasitas sosial. Perlakuan tidak manusiawi yang diterima penghuni panti sosial tersebut, antara lain pemasungan, penggundulan, pelecehan seksual, hingga pemutusan interaksi sosial dengan lingkungan di sekitar panti.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus