Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengapresiasi Perdana Menteri Kamboja Hun Manet dalam isu tindak pidana perdagangan orang. Jokowi tetap menyoroti perlunya peningkatan kerja sama Indonesia dan Kamboja di bidang TPPO, salah satunya dengan pertukaran informasi intelijen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Jokowi menyampaikan ini saat bertemu Manet di Hotel Park Hyatt, Melbourne, pada Selasa, 5 Maret 2024, dalam sela KTT ASEAN - Australia. Selain membahas isu seperti kerja sama ekonomi dan regional, Presiden secara khusus berterima kasih atas dukungan pemerintah Kamboja dalam penanganan WNI yang menjadi korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam keterangan tertulis yang dikutip Biro Pers Sekretariat Presiden, Jokowi mengatakan perlunya meningkatkan kerja sama dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang antara negara asal dan negara tujuan. Upaya ini dapat dicapai dengan implementasi Nota Kesepahaman (MoU) Pemberantasan Kejahatan Transnasional tahun 2023.
“MoU Pemberantasan Kejahatan Transnasional tahun 2023 perlu segera diimplementasikan, terutama pertukaran informasi intelijen dan peningkatan kapasitas kepolisian kedua negara,” kata Jokowi.
Sejauh ini belum ada keterangan yang bisa dikutip dari situs resmi atau media sosial resmi PM Kamboja soal pertemuan dengan Jokowi.
Kementerian Luar Negeri mencatatkan peningkatan tajam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berbasis teknologi dan online scam pada 2023. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dalam konferensi pers di Media Centre Indonesia Maju pada 4 Januari 2024, mengatakan Indonesia berhasil memulangkan lebih dari 1.100 WNI korban perdagangan manusia yang dipekerjakan di perusahaan-perusahaan online scam di Kamboja.
Dalam KTT ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur pada Mei 2023, para pemimpin ASEAN menghasilkan deklarasi tentang pemberantasan perdagangan orang yang disebabkan oleh penyalahgunaan teknologi. Deklarasi itu menjadi rujukan dalam penanganan kasus TPPO di kawasan Asia Tenggara.
Deklarasi tersebut menyatakan bahwa ASEAN akan memperkuat kerja sama dan koordinasi dalam penanganan TPPO melalui latihan bersama dan pertukaran informasi.
ASEAN juga akan memperkuat kerja sama di bidang pengelolaan perbatasan, pencegahan, penyidikan, penegakan hukum dan penindakan, perlindungan, pemulangan, serta dukungan seperti rehabilitasi dan reintegrasi korban.
Kemlu mencatat peningkatan signifikan kasus TPPO dari tahun ke tahun. Misalnya jumlah 361 kasus pada 2021 menjadi 752 kasus pada 2022. Selain jumlahnya yang meningkat, negara tujuan yang banyak ditemukan kasus TPPO terkait online scam juga semakin beragam, yaitu di Myanmar, Filipina, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Thailand.