Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Komite Pemilih Indonesia Desak DPR Segera Bahas RUU Pemilu

Saat ini DPR belum menentukan kapan RUU Pemilu akan mulai dibahas.

7 Mei 2025 | 06.30 WIB

Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow (kiri) didampingi aktivis Tepi Indonesia, Aziz Hakim. ANTARA/Andika Wahyu
Perbesar
Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow (kiri) didampingi aktivis Tepi Indonesia, Aziz Hakim. ANTARA/Andika Wahyu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampow, mendesak Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera membahas revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Saat ini DPR belum menentukan kapan RUU Pemilu akan mulai dibahas, kendati masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Mandeknya pembahasan RUU Pemilu menurut Jeirry dipengaruhi oleh motif politik dari pihak yang merasa diuntungkan oleh sistem yang berlaku sekarang. "Bagi partai-partai yang tergabung dalam koalisi besar pendukung pemerintah, status quo mungkin terasa nyaman dan karena itu tetap mau dipertahankan," ujar Jeirry dalam keterangannya pada Selasa, 6 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, sebaliknya, mandeknya pembahasan RUU Pemilu menurut Jeirry akan merugikan masyarakat. Sebab, dengan UU Pemilu yang sekarang, Jeirry menyebut sistemnya bisa melemahkan partisipasi dan kepercayaan masyarakat terhadap pesta demokrasi. Walhasil, Jeirry memprediksi itu bisa berujung pada apatisme publik secara masif.

"Karena itu, revisi UU Pemilu harus menjadi agenda prioritas, bukan sekedar komoditas politik yang dipertaruhkan menjelang pemilihan," katanya kemudian. Ia menyayangkan sikap DPR yang dinilai abai terhadap urgensi pembahasan RUU Pemilu. 

Menurut Jeirry, UU Pemilu yang ada saat ini masih menyimpan banyak persoalan. Mulai dari sistem proporsional terbuka yang rawan jual beli suara, membuka ruang bagi politik transaksional, lemahnya pengawasan terhadap dana kampanye, hingga banyaknya tumpang tindih aturan teknis yang menyulitkan kerja penyelenggara. 

Selain itu, Jeirry juga menyebut persoalan lain yakni pelanggaran pemilu yang terus berulang namun tidak bisa diberi sanksi hukum yang tegas oleh pihak yang berwewenang. Ia pun mendesak pimpinan DPR untuk menunjuk alat kelengkapan dewan (AKP) yang ditugaskan membahas RUU Pemilu. 

Menurut Jeirry, dibandingkan Baleg, Komisi II lebih memiliki kapasitas untuk membahas RUU Pemilu karena selama ini menjadi mitra KPU, Bawaslu, dan DKPP. "Penunjukan Komisi II juga akan mempermudah koordinasi teknis dan substansi, " ujarnya. 

Ia juga berkata penunjukan AKD itu akan mengakhiri perebutan antara Baleg dan Komisi II yang sama-sama ingin membahas RUU Pemilu. 

Sebelumnya Ketua Badan Legislasi atau Baleg DPR RI Bob Hasan membantah bahwa Komisi II dan Baleg memperebutkan pembahasan RUU Pemilu. Ia menyebut RUU Pemilu masih menunggu giliran dimulainya penyusunan atau pembahasan. 

Kendati demikian, Bob belum bisa memastikan kapan RUU tersebut mulai dibahas. DPR, kata dia, memiliki batas waktu membahas RUU Pemilu hingga 2026. “Kami nanti akan melihat momentumnya,” ujar dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 6 Mei 2025. 

Dugaan perebutan pembahasan UU ini mencuat saat Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima meminta ke pimpinan DPR agar pembahasan RUU Pemilu diberikan ke komisinya.

Ia tidak ingin RUU Pemilu dibahas oleh Baleg. "Baiknya kalau Undang-undang Pemilu itu ya di leading sector, mitra kerja, di Komisi II," ujar Bima, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Kamis, 17 April 2025.

Menurut Bima, RUU Pemilu tak sesuai dibahas di Baleg. "Fungsi Baleg bukan membuat undang-undang. Fungsi Baleg itu adalah sinkronisasi. Jangan sekarang ini dibalik," katanya.

Adapun Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan pimpinan DPR belum menindaklanjuti usulan pembahasan revisi UU Pemilu.

Sehingga ia belum menentukan apakah pembahasannya lebih baik ditugaskan ke komisi teknis atau ke Badan Legislasi yang mengusulkan ke Prolegnas 2025. "Dan juga pimpinan DPR belum kemudian mengambil keputusan bahwa kapan akan dibahas dan diserahkan kepada siapa," ujar Ketua Harian DPP Partai Gerakan Indonesia Raya atau Gerinda itu, Rabu, 30 April 2025.

Sementara Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurizal mengatakan belum ada keputusan soal siapa yang akan membahas perubahan UU Pemilu. Cucun berujar keputusan itu harus disepakati dalam rapat pimpinan dan disahkan melalui Badan Musyawarah (Bamus) DPR. 

"Nanti kami bahas di rapat pimpinan, di Badan Musyawarah, kan semua pengambilan keputusan di Bamus nanti," ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu di Kompleks Parlemen pada Rabu, 23 April 2025. 

Ia menyebut hingga saat ini belum menerima surat dari pimpinan Komisi II yang mengklaim telah mengajukan permohonan agar pembahasan RUU Pemilu dikembalikan ke komisi teknis. "Belum, suratnya saja belum terima. Itu kan baru dari teman-teman media katanya pimpinan Komisi II kirim surat, tapi belum ada," kata Cucun.

Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam penulisan artikel ini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus