Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sosiolog politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, mengatakan penyematan gelar The King of Silent kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin merupakan kritik simbolik Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Negeri Semarang atau BEM KM Unnes.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Apa yang dilakukan BEM Unnes itu kritik simbolik dari akumulasi kekecewaan mahasiswa pada elit penguasa, baik terhadap Presiden, Wakil Presiden maupun Ketua DPR RI,” kata Ubedilah dalam keterangannya, Rabu, 7 Juli 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ubedilah mengatakan, BEM KM Unnes memberikan kritik tersebut karena Ma’ruf Amin cenderung diam, tidak mengambil peran penting atas wewenangnya sebagai wakil presiden dalam situasi rakyat yang sedang menghadapi penderitaan akibat Covid-19.
Selain mengkritik Ma’ruf Amin, BEM KM Unnes juga menyebut Ketua DPR Puan Maharani sebagai Queen of Ghosting. Menurut Ubed, kritikan tersebut karena Puan meninggalkan rakyat dalam setiap mengambil keputusan membuat undang-undang.
“DPR lebih terlihat sebagai stempel pemerintah dan meninggalkan aspirasi rakyat banyak. Fungsi pengawasan terhadap eksekutif juga tidak dijalankan. Hal itu terlihat dari penetapan UU yang banyak ditolak rakyat banyak, mahasiswa, buruh, cendekiawan dan lain-lain,” ujar Ubed.
BEM KM Unnes sebelumnya menyematkan gelar The King of Silent kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Mereka berpendapat, Ma’ruf tidak dapat mengisi kekosongan peran yang tidak mampu ditunaikan Presiden Jokowi. Adapun kritik pada Puan karena dinilai tidak berparadigma kerakyatan dan tidak berpihak pada kalangan rentan dalam pengesahan produk legislasi.