Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Rindu Gelar Bos Bank Sentral

Rencana UGM memberikan gelar profesor kehormatan untuk Gubernur BI Perry Warjiyo menuai kontroversi. Ada lobi kepada Rektor UGM.

26 Februari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Gubernur BI Perry Warjiyo diam-diam diusulkan menerima gelar profesor kehormatan dari UGM. 

  • Rektor UGM Ova Emilia berupaya memuluskan pemberian gelar untuk Perry Warjiyo.

  • Gubernur BI mempertanyakan alasan UGM mempersulit pemberian gelar profesor kehormatan. 

DIGELAR pada Senin pagi, 12 Desember 2022, rapat senat akademik Universitas Gadjah Mada berlangsung panas. Tiga anggota senat menolak keras rencana pemberian gelar guru besar atau profesor kehormatan untuk Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Sesaat sebelumnya, sekretaris senat akademik membacakan rencana yang tertuang dalam surat Rektor UGM Ova Emilia itu.

Ova Emilia Rektor UGM. seleksirektor.ugm.ac.id

Anggota senat akademik, Fahmy Rahdi, termasuk yang bersuara lantang. Di hadapan Ova Emilia dan anggota senat lain, ia mengungkapkan bahwa UGM tak pernah memberikan gelar profesor kehormatan untuk kalangan nonakademis. Ia khawatir, sekali gelar itu diberikan, bakal banyak politikus dan pejabat lain mengantre titel yang sama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pemberian gelar itu bisa jadi preseden buruk,” kata Fahmy, pengajar Sekolah Vokasi Departemen Ekonomika dan Bisnis, menceritakan ucapannya dalam rapat di kompleks Rektorat UGM itu kepada Tempo, Selasa, 21 Februari lalu. Dua anggota senat lain yang menolak berasal dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis serta Fakultas Kehutanan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Fahmy, Ova Emilia menyatakan penyematan gelar untuk Perry Warjiyo tak melanggar aturan. Ia merujuk pada Peraturan Rektor Nomor 20 Tahun 2022 yang ditandatanganinya pada akhir Agustus 2022. Pasal 4 aturan itu menyebutkan bahwa rektor dapat mengusulkan gelar profesor kehormatan.

Meski menuai penolakan, rencana penganugerahan gelar untuk Perry tetap berlanjut. Ova Emilia mempersilakan forum senat membentuk tim penilai. Forum kemudian menunjuk dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Ainun Na’im, sebagai ketua tim.

Dimintai tanggapan soal keterlibatannya, Ainun tak merespons pertanyaan yang dilayangkan Tempo. Namun dua anggota senat akademik bercerita bahwa tim itu akan menimbang kelayakan Perry menyandang gelar profesor kehormatan lantaran rekam jejaknya di BI dianggap moncer. Ia juga lulusan ekonomi moneter dan internasional dari Iowa State University, Amerika Serikat.

Adapun Ova Emilia meminta Tempo menemui Ketua Tim Kajian Regulasi Profesor Kehormatan, Andi Sandi Antonius, yang juga dosen Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum. “Kalau terkait dengan berita, monggo hubungi beliau,” ujar Ova.

Baca: Bagaimana Sejumlah Kampus Mengobral Gelar Kehormatan untuk Politikus dan Pejabat?

Andi Sandi Antonius menerangkan rencana pemberian gelar profesor kehormatan tersebut tak salah karena merujuk pada peraturan rektor tentang pengangkatan guru besar kehormatan. Aturan itu turunan dari Peraturan Menteri Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 38 Tahun 2021. Sandi menyatakan pengangkatan guru besar kehormatan juga terjadi di kampus lain.

Paripurna Poerwoko Sugarda. ir-bri.com

Ia mengklaim pengangkatan profesor kehormatan dari kalangan nonakademis bertujuan mengajak praktisi kembali ke kampus. "Mereka punya pengetahuan dan pengalaman yang belum dikaji. Perguruan tinggi bisa menjembatani," kata Sandi.

Keributan di rapat senat akademik menyebar di kalangan dosen UGM. Mereka gencar mencari tahu informasi tentang pemberian gelar profesor kehormatan untuk Perry. Anggota senat akademik, Fahmy Rahdi, mendengar informasi bahwa Perry telah tiga kali diusulkan menerima gelar itu sejak 2018. Namun usul itu selalu kandas karena Perry bukan dari kalangan akademikus.

Perry agaknya berminat menerima gelar profesor dari almamaternya. Seorang dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis mengaku pernah membaca pesan pendek yang dikirim oleh Perry kepada koleganya pada Agustus 2021. Isinya, mempertanyakan alasan UGM mempersulit pemberian gelar profesor. “Saya tidak tahu apa kekurangan saya,” tulis Perry kepada dosen tersebut.

Demi menerima gelar kehormatan dari Kampus Biru, Perry di tengah kesibukannya sebagai Gubernur BI bahkan rela mengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM tanpa dibayar pada semester genap 2021/2022. Dalam lembar daftar mata kuliah yang dilihat Tempo, Perry tercatat mengajar ekonomi moneter selama satu setengah semester.

Tempo berulang kali meminta tanggapan Perry melalui telepon dan pesan pendek ke nomor pribadinya. Tapi ia tak merespons. Begitu pula Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono.

Sejumlah dosen yang mengetahui rencana penganugerahan profesor itu mengatakan nama Perry diusulkan diam-diam oleh Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni, Paripurna Poerwoko Sugarda, serta guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Wihana Kirana Jaya. Mereka dikabarkan aktif berkomunikasi dengan Perry dan mendorong Ova Emilia memberikan gelar profesor.

Paripurna punya kedekatan dengan BI. Pada 2022, dia ditunjuk sebagai anggota Dewan Penasihat Journal of Central Banking Law Institutions, jurnal ilmiah terbitan BI. Empat dosen yang mengetahui komunikasi para pengusul dan rektor bercerita, setelah muncul penolakan, Wihana dan Paripurna menyarankan agar gelar untuk Perry diberikan lewat Sekolah Pascasarjana UGM.

Wihana menyatakan tak lagi aktif di UGM. Ia menjadi anggota staf khusus Menteri Perhubungan. “Silakan wawancara Dirjen Dikti yang mengeluarkan peraturan tentang gelar kehormatan,” ujar Wihana. Sedangkan Paripurna menyangkal ikut mengusulkan Perry mendapat gelar profesor kehormatan. Dia mengaku hanya mendengar ada tim khusus yang mengkaji rencana itu. 

Perry Warjiyo dalam kegiatan Executive Series program Magister Manajemen FEB UGM, di di Auditorium Sukadji Ranuwiharjo, Yogyakarta, Februari 2020. Dok. FEB UGM

Toh, Paripurna menganggap Perry Warjiyo sebagai alumnus UGM yang berprestasi moncer. Perry dianggap dapat menjaga stabilitas moneter di tengah masa pandemi Covid-19. "Padahal banyak negara lain kedodoran,” katanya.

Baca: Doktor Humoris Causa di Kampus Kita

Para dosen yang menentang rencana Rektor UGM pun bergerak menggalang dukungan. Mulai 22 Desember 2022, mereka menggulirkan petisi penolakan gelar guru besar kehormatan untuk Perry. Lima hari setelah petisi beredar, nama Menteri Sekretaris Negara Pratikno yang juga mantan Rektor UGM ikut tercantum dalam cetak tebal.

Wihana Kirana Jaya. Dok. FEB UGM

Perumus petisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Arti Adji, disebut-sebut berkomunikasi dengan Pratikno yang menjabat Ketua Majelis Wali Amanat UGM. Pratikno lalu meminta namanya masuk dalam petisi. “Saya full setuju dengan panjenengan (Anda). Saya ikut tanda tangan,” tulis Pratikno dalam pesan tersebut.

Arti yang dimintai tanggapan pada Rabu, 22 Februari lalu, mengaku tak hanya berkomunikasi dengan Pratikno. Ia menyebarkan petisi itu kepada dosen-dosen di sejumlah fakultas. “Kami kirim ke dosen yang punya nilai sama. Ini pertaruhan reputasi UGM,” ucap Arti.

Penolakan juga datang dari sejumlah guru besar UGM. Mantan Dekan Fakultas Hukum, Sigit Riyanto, khawatir pemberian gelar profesor kehormatan kepada Perry bersifat transaksional. Padahal gelar profesor merupakan jabatan fungsional untuk dosen yang bekerja selama puluhan tahun dan menghasilkan karya akademik sesuai dengan bidang keilmuannya.

Para peneken petisi yang diwawancarai Tempo juga mempertanyakan Peraturan Rektor UGM Nomor 20 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pengangkatan Profesor Kehormatan. Mereka menilai aturan itu tidak dibahas komprehensif dan minim konsultasi dengan Komisi 3 Senat Akademik. Aturan yang muncul pada era kepemimpinan Ova Emilia itu pun dianggap menurunkan standar mutu kampus. 

Polemik pemberian gelar untuk Perry Warjiyo terus bergulir. Di grup WhatsApp dosen dan anggota senat akademik, berkali-kali terjadi perdebatan. Pada Kamis, 16 Februari lalu, Wakil Rektor UGM Arie Sudjito menyentil anggota grup yang menolak rencana tersebut. Beberapa hari sebelumnya, di media sosial beredar petisi yang ditandatangani 353 dosen dari 14 fakultas.

“Jangan asal goreng, kesannya UGM mau kasih gelar profesor,” tulis Arie seperti dilihat Tempo. Dihubungi pada Jumat, 24 Februari lalu, Arie mengaku berupaya meluruskan informasi. Menurut dia, rektorat baru sebatas menerima usul pemberian gelar profesor kehormatan untuk Perry. “Saya menjelaskan kronologinya karena ada distorsi informasi,” katanya.

Baca: Uang Lelah di Balik Gelar Doctor Honoris Causa

Arie menyatakan UGM telah membubarkan tim penilai pemberian gelar profesor kehormatan untuk Perry. UGM membentuk tim baru yang mengkaji Peraturan Menteri Pendidikan tentang Pemberian Gelar Profesor Kehormatan yang memberi kewenangan kepada kampus untuk memberikan titel tersebut.

Sejumlah petinggi UGM mengatakan protes keras dari para dosen turut diperhatikan oleh Perry Warjiyo, yang pekan lalu kembali diajukan oleh Presiden Joko Widodo sebagai Gubernur BI. Perry lalu menghubungi Rektor UGM Ova Emilia agar pemberian gelar profesor kehormatan untuknya ditunda.

SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus