Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

MRP Sebut Situasi Demokrasi di Papua Sejak Orde Baru hingga Kini Sama Saja

Majelis Rakyat Papua mengatakan situasi demokrasi di Papua sejak orde baru hingga setelah reformasi masih sama saja. Buruk.

4 Juli 2021 | 18.22 WIB

Mahasiswa Papua melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, 7 April 2021. TEMPO/Prima Mulia
Perbesar
Mahasiswa Papua melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, 7 April 2021. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib menilai situasi demokrasi di Papua sejak Orde Lama, Orde Baru, Reformasi, hingga 20 tahun berlakunya otonomi khusus masih sama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Timotius mengatakan pendapat ini harus dia sampaikan kendati mungkin ada pihak yang tak terima. "Pandangan MRP terkait dengan situasi demokrasi di tanah Papua, yaitu di era Orde Lama, kemudian Orde Baru, era Reformasi, bahkan sampai era otonomi khusus ini kami kira ya sama saja," kata Timotius dalam diskusi virtual, Ahad, 4 Juli 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Timotius mengatakan salah satu tujuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua adalah adanya demokrasi di provinsi paling timur Indonesia itu.

Namun, kata dia, hingga 20 tahun berlakunya UU Otsus Papua, pemerintah belum menyelesaikan persoalan-persoalan pelanggaran demokrasi dan hak asasi manusia di sana.

Pemerintah, kata Timotius, hingga kini belum menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Papua. Ia juga menyinggung masih banyaknya pembungkaman terhadap orang asli Papua yang mengekpresikan pendapat. "Catatan MRP, demokrasi di Papua itu buruk, sangat buruk," kata dia.

Maka dari itu, Timotius mengatakan MRP mengusulkan adanya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan UU Otsus Papua selama 20 tahun terakhir. Ia juga kembali menyoroti rencana pemerintah merevisi dua pasal dalam UU Otsus Papua.

Pemerintah sebelumnya mengajukan perubahan dua pasal UU Otsus kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Yakni Pasal 34 mengenai dana otsus dan Pasal 76 tentang pemekaran wilayah.

Dalam sejumlah kesempatan, perwakilan pemerintah menginginkan pembahasan revisi undang-undang ini segera rampung sebelum dana otsus Papua berakhir pada 1 November mendatang.

Menurut Timotius, pemerintah dan DPR semestinya menyisir 79 pasal yang ada dalam UU Otsus Papua. "Mumpung setelah 20 tahun harus evaluasi menyeluruh," ujar Timotius.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus