Nico Daryanto, Sekjen PDI di Tengah Konflik Sebelum Menjadi PDIP

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia atau PDI Nico Daryanto yang meninggal pada Kamis petang, 9 April 2020, akan dimakamkan di San Diego Hills, Karawang, Jawa Barat.

Politikus kawakan di masa Orde Baru itu diduga terkena serangan jantung dan mengalami gangguan ginjal.

"Bapak sudah cuci darah enam bulan ini," demikian pesan dari keluarga Nico yang diteruskan Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) PDIP Djarot Saiful Hidayat Djarot pada Jumat, 10 April 2020.

Nico meninggal dalam usia 82 tahun. Ia menjabat sekjen sebelum PDI terpecah dan lahir PDI Perjuangan.

Dia menjabat pada 1986-1993 ketika PDI dipimpin, Soerjadi yang juga sudah almarhum. Nico menjadi Sekjen menggantikan pendahulunya, Sabam Sirait.

Pada Kongres PDI tahun 1993 di Medan, pasangan Soerjadi dan Nico terpilih kembali menjadi ketua umum dan sekretaris jenderal. Namun kongres yang memenangkan duet itu ricuh dan partai terpecah.

Untuk menyelesaikan pertikaian, Kongres Luar Biasa PDI akhirnya digelar di Surabaya, Desember 1993. Dalam kongres itu, Megawati Soekarnoputri terpilih menjadi ketua umum.

Selepas kongres ricuh pada 1993 itu Nico tak lagi sekjen. Posisinya diisi Alexander Litaay, mendampingi Megawati selama periode 1993-1996.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Nico.

Hasto mengatakan kepemimpinan Nico sebagai sekjen kala itu membawa perubahan dalam tata kelola partai yang baik.

"Sehingga PDI yang oleh Pemerintahan Orde Baru saat itu hanya ditempatkan sebagai ornamen demokrasi, hadir sebagai partai yang digandrungi anak muda dengan semangat metalnya," kata Hasto kepada wartawan hari ini, Jumat, 10 April 2020.

BUDIARTI UTAMI PUTRI | MAJALAH TEMPO

Catatan Revisi:
Judul diubah pada Jumat, 10 April 2020, sekitar pukul 16.16 WIB karena alasan akurasi. Sekjen PDI terakhir adalah Buttu Hutapea. Terima kasih.