Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Pemuda Muhammadiyah Tolak Restorative Justice AP Hasanuddin, Apa Tujuan RJ?

Pemuda Muhammadiyah menolak restorative justice (RJ) terhadap AP Hasanuddin yang mengancam membunuh warga Muhammadiyah. Apa itu RJ?

3 Mei 2023 | 16.55 WIB

AP Hasanuddin. Facebook
Perbesar
AP Hasanuddin. Facebook

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Hukum HAM dan Advokasi Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Nasrullah, menolak langkah restorative justice terhadap kasus peneliti Badan Riset dan Inovasi (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin. AP Hasanuddin ditetapkan sebagai tersangka setelah mengancam membunuh warga Muhammadiyah di media sosial pada Ahad, 30 April 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Adi Vivid Agustiadi Bachtiar menyerahkan kemungkinan restorative justice terhadap peneliti BRIN AP Hasanuddin kepada pihak Muhammadiyah selaku pelapor.

Apa Tujuan Restorative Justice

Mengutip dari tribratanews.gorontalo.polri.go.id, restorative justice adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil diluar peradilan. Penyelesaian ini dianggap alternatif dengan mekanisme yang berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan semua pihak terkait. Hal ini termuat dalam Pasal 1 huruf 3 Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada penyelesaian ini aparat penegak hukum akan memberikan solusi kepada kedua belah pihak. Namun, apabila bentuk penawaran tidak menghasilkan persetujuan maka tindak pidana akan berlanjut pada proses persidangan.

Restorative justice hanya dapat menyelesaikan perkara tindak pidana ringan. Seperti dijelaskan dari polreskudus.com, kebijakan ini diatur dalam pasal 364 tentang pencurian ringan, pasal 373 tentang penggelapan, pasal 379 tentang hutang piutang, pasal 384 tentang penipuan, pasal 407 tentang perusakan barang dan pasal 483 tentang pengancaman.

Selain itu, penyelesaian dengan restorative justice juga dapat diterapkan pada perkara tindak pidana anak, tindak pidana perempuan yang berhadapan dengan hukum, tindak pidana narkotika, tindak pidana informasi dan transaksi elektronik, tindak pidana lalu lintas.

Keadilan restoratif ini menunjukkan tidak semua tindak pidana harus dibawa ke pengadilan. Kendati demikian pelaksanaan restorative justice harus memenuhi syarat materil, yaitu tidak menimbulkan keresahan atau penolakan dari masyarakat, tidak berdampak konflik sosial, tidak berpotensi memecah belah bangsa, tidak bersifat radikalisme dan separatisme dan bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan. Ketentuan ini merujuk pada pasal 5 peraturan Perpol nomor 8 tahun 2021

Syarat pelaksanaan restorative justice terpenuhi dengan adanya pernyataan dari semua pihak untuk tidak keberatan. Hal ini dibuktikan dengan surat pernyataan kesepakatan yang ditandatangani oleh kedua pihak dengan catatan diketahui dan disetujui oleh atasan penyidik.

Merangkum dari lldikti5.kemdikbud.go.id, keuntungan melakukan restorative justice yakni pemenuhan hak atas korban. Pasalnya ini berguna untuk mempertahankan HAM dalam suatu kehidupan serta memilih dan memutuskan dalam mencapai kesepakatan. Kemudian keuntungan lainnya yakni pelaku tidak akan dimasukkan dalam penjara.

Dasar Hukum Restorative Justice

1. Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2. Pasal 205 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP)

3. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP

4. Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 131/KMA/SKB/X/2012, Nomor M.HH-07.HM.03.02 Tahun 2012, Nomor KEP-06/E/EJP/10/2012, Nomor B/39/X/2012 tanggal 17 Oktober 2012 tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat Serta Penerapan Restorative Justice

5. Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan umum Nomor 301 Tahun 2015 tentang Penyelesaian Tindak Pidana Ringan

6. Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif

7. Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

 

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus