Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat terorisme dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, berharap Boy Rafli Amar, sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme atau BNPT yang baru, memprioritaskan aspek pencegahan. "Langkah shoft approach perlu menjadi prioritas. Meski harus melakukan hard aproach dengan law enforcement maka perlu kontrol ketat agar aparat dilapangan tidak over eksesif," kata Harits pada Sabtu, 2 Mei 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Apalagi, kasus extra-judicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap orang-orang yang diduga terlibat kejahatan, sudah memakan korban lebih dari 150 terduga teroris.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sikap aparat kepolisian itu tanpa disadari memantik dendam oleh para terduga teroris. Maka tak heran, dalam 10 tahun terakhir, aksi teror target adalah pihak aparat kepolisian.
"Alasan selama ini karena polisi menggagalkan tujuan kelompok teroris, atau karena dianggap thogut, tapi mengabaikan faktor ideologi dendam karena faktor kekerasan-kekerasan yang berkelindan dalam proyek kontra terorisme," kata Harits.
Selain itu, Boy Rafli Amar dinilai mumpuni di bidang kehumasan, dapat menjadi modal untuk membangun komunikasi publik. Sebab, Harits menilai, di era Suhardi Alius, pejabat BNPT kerap melontarkan pernyataan yang memicu perdebatan, bahkan mengundang kritik keras dari berbagai pihak.