Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai penujukan penjabat kepala daerah sarat dengan kepentingan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Dia menilai penunjukan penjabat kepala daerah yang serampangan bakal membuat sengketa Pemilu 2024 akan semakin rumit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dari awal ditunjuk, kami sudah punya analisis sampai di situ, kuncinya memang di Pemilu 2024,” kata Bivitri dalam diskusi di Kantor LBH Jakarta, Ahad, 21 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diskusi tersebut digelar menjelang putusan Pengadilan Tata Usaha Negara terkait penunjukkan penjabat kepala daerah yang akan digelar pada Rabu, 24 Mei 2023. Gugatan itu dilayangkan oleh sejumlah kelompok masyarakat sipil seperti Perludem terhadap Presiden Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Dalam gugatannya, para penggugat mempermasalahkan soal pengangkatan pj kepala daerah yang dilakukan tanpa transaparansi. Mereka menilai Jokowi dan Tito telah melanggar aturan karena tidak segera menerbitkan peraturan pelaksana mengenai penunjukkan pj kepala daerah tersebut. Selain itu, para penggugat menilai pengangkatan pj kepala daerah berpotensi mengandung unsur penyalahgunaan kekuasaan.
Efek penunjukan Pj Kepala Daerah yang tak transparan terhadap Pemilu 2024
Menurut Bivitri, tidak transparannya penunjukan kepala daerah akan membuat Pemilu 2024 menjadi semakin runyam. Dia mencontohkan tentang sengketa hasil Pilpres 2019 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Saat itu, kata dia, tuduhan-tuduhan kecurangan Pemilu banyak diarahkan pada pelaksanaan pemungutan suara di level daerah.
Menurut Bivitri, dengan tidak transaparannya penunjukan pj kepala daerah akan menyebabkan tuduhan kecurangan pemilu akan semakin masif.
“Siapa yang punya kekuasaan di level daerah? Bukan Presiden langsung, tetapi kepala daerah, jadi memang krusial sekali peran kepala daerah itu, terutama di level paling bawah seperti bupati dan wali kota,” kata Bivitri.
Selanjutnya, peran krusial kepala daerah dalam Pemilu 2024
Bivitri mengatakan kepala daerah memiliki peran krusial dalam pelaksanaan Pemilu 2024. Menurut dia, pemilihan kepala daerah yang tidak demokratis akan memicu potensi munculnya pemilu yang tidak demokratis juga. Dia mengatakan pihak yang ingin menang dalam Pilpres dapat menggerakan penjabat kepala daerah itu untuk mendukungnya. Si kepala daerah, kata dia, pada akhirnya bisa menggerakan birokrasi di bawahnya untuk memenangkan si calon.
“Jadi kuncinya ada di kepala daerah, kuncinya itu apa, yakni fasilitas dan banyak urusannya dengan konflik kepentingan dan sebagainya,” kata dia.
Menurut dia, pengaruh penjabat kepala daerah terhadap hasil pemilu juga akan besar karena birokrasi di Indonesia yang masih bersifat komando. Menurut dia, karakter birokrasi komando berarti bawahan tidak akan mungkin untuk menolak perintah atasan.
“Tidak mungkin bilang tidak siap apabila diperintah atasannya, itu yang harus kita lihat dari permasalahan penunjukkan pj kepala daerah ini,” kata dia.
Penunjukan pj kepala daerah dilakukan lantaran adanya pemilihan kepala daerah atau pilkada serentak pada November 2024. Di sisi lain, ada sebagian kepala daerah yang masa jabatannya sudah habis sebelum November sehingga harus diisi oleh penjabat. Pada 2022-2023, ada 271 pj kepala daerah yang ditunjuk mengisi kekosongan itu.
Salah satu penjabat kepala daerah yang kerap mendapatkan kritik adalah Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Heru yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Sekretariat Presiden tersebut dianggap kerap membongkar berbagai kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang dia gantikan. Langkah Heru untuk menghapus jejak Anies itu pun dinilai terkait dengan sikap Presiden Jokowi yang tak merestui mantan Menteri Pendidikan itu maju pada Pilpres 2024.