Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Ramai-ramai Tolak Usulan Money Politics Dilegalkan Saat Pemilu

ICW menganggap usulan melegalkan money politics saat pemilu tidak pantas dan sangat tidak menunjukkan integritas.

16 Mei 2024 | 05.45 WIB

Warga menunjukan tulisan penolakan politik uang saat Bawaslu On Car Free Day pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di depan gedung Bawaslu, Jakarta, Minggu 28 Maret 2024. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
Perbesar
Warga menunjukan tulisan penolakan politik uang saat Bawaslu On Car Free Day pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di depan gedung Bawaslu, Jakarta, Minggu 28 Maret 2024. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP, Hugua, meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) melegalkan praktik money politics alias politik uang dalam proses pemilu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Anggota DPR asal Sulawesi Tenggara itu mengungkapkan hal itu dalam rapat dengan Ketua KPU Hasyim Asy'ari, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja, dan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu, 15 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hugua mengklaim masyarakat tidak akan memilih politikus yang tidak menggunakan politik uang. Selain itu, kata dia, Bawaslu akan lebih mudah mengawasi jika politik uang dilegalkan dengan batasan tertentu.

"Sebab kalau barang ini tidak dilegalkan, kita kucing-kucingan terus, yang akan (menjadi) pemenang ke depan adalah para saudagar," ujar Hugua.

Pernyataan tersebut mendapat tanggapan dari berbagai kalangan, dari aktivis antikorupsi hingga partai politik.

1. Peneliti ICW Seira Tamara: Logika Berpikirnya Berbahaya

Peneliti Indonesia Corruption Watch atau ICW Seira Tamara mengatakan pernyataan yang keluar dari seorang anggota DPR itu patut dicurigai, apakah yang bersangkutan sebelumnya memenangi kontestasi dengan mengandalkan kekuatan politik uang.

"Pernyataan bahwa kalau tidak dilegalkan akan banyak yang melakukan itu (money politics) secara kucing-kucingan, ini logika berpikirnya sudah sangat berbahaya, karena berpotensi makin melanggengkan praktik korupsi," ujar Seira kepada Tempo, Rabu, 15 Mei 2024.

Sebab, kata dia, biaya politik yang tinggi pada saat pencalonan turut andil dalam lingkaran korupsi politik. Dengan logika yang sama, korupsi yang dibatasi supaya tidak kucing-kucingan tak menjamin lebih mudah diawasi.

Dia mengatakan pernyataan tersebut tidak pantas dan sangat tidak menunjukkan integritas. Apalagi keberpihakan pada komitmen pemberantasan korupsi.

"Pernyataan ini semakin memperlihatkan kualitas wakil rakyat kita memandang kontestasi elektoral itu sebagai pertarungan kapital, pertarungan uang, dan hanya berfokus untuk bisa melakukan itu, padahal esensinya adalah pertarungan gagasan," ujar Seira.

Sebagai seorang anggota DPR, kata dia, justru usulan yang dikembangkan itu seharusnya bagaimana menyusun regulasi yang punya andil meminimalkan bahkan memberantas politik uang, bukannya malah melanggengkannya.

"Seharusnya cara untuk menarik publik agar mau vote, ya berikan gagasan kebijakan yang bagus, bukan malah menganggap semuanya cukup dengan beli suara rakyat pakai uang," kata dia.

2. Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi: Ini Usulan yang Sangat Tidak Logis

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi mengatakan pihaknya menentang usulan politik uang dilegalkan selama pemilu.

"PAN tidak setuju dan menentang keras money politics dilegalkan. Itu adalah racun, virus yang merusak demokrasi, penyakit yang menyebabkan pemilu menjadi berantakan dan menghilangkan nilai kedaulatan rakyat," kata Viva lewat pesan suara kepada Tempo, Rabu, 15 Mei 2024.

Viva menegaskan politik uang adalah musuh demokrasi. Sehingga, dia heran bagaimana mungkin politik uang dilegalkan, meskipun dalam praktiknya masih ada.

Menurut Viva, jika politik uang dilegalkan, akan sama dengan menghilangkan prinsip-prinsip demokrasi berdasarkan kesetaraan, keadilan, dan kemanusiaan. Ini akan digantikan dengan materi berupa uang. Oleh sebab itu, kata dia, tugas utama partai politik adalah melawan praktik-praktik politik uang di dalam proses pemilihan.

"Jadi ini adalah usulan yang sangat tidak logis, irasional yang sangat salah di dalam memahami prinsip-prinsip demokrasi Pancasila di Indonesia," ucap Viva.

3. Anggota Komisi II DPR Fraksi PKS Mardani Ali Sera: Justru Money Politics Perlu Diperangi

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera, mengatakan usulan untuk melegalkan politik uang dalam pemilu adalah sesuatu yang berbahaya. “Justru money politics perlu diperangi," kata Mardani saat dihubungi Tempo, Rabu, 15 Mei 2024.

Dia menilai politik uang banyak terjadi pada masyarakat kelas menengah ke bawah. Sedangkan kelas menengah ke atas, kata dia, semakin sadar politik serta bisa memilih mana yang baik dan buruk.

Menurut dia, cara memerangi politik uang adalah dengan menyempurnakan sistem pemilu seperti pemisahan pemilihan legislatif dengan pemilihan presiden.

Mardani menuturkan orang melakukan politik uang karena masyarakat tidak mengenal calon legislatif alias caleg. Dia menilai caleg tidak dikenal karena tertutup oleh pilpres.

"Sehingga ketika orang enggak kenal, enggak ada keinginan untuk memilih," ucap Mardani.

Dia menyebutkan, jika pilpres berlangsung lebih dulu, sistem presidensial akan kuat dan pileg tidak terganggu. Dengan demikian, akan ada debat antarparpol, antarcaleg, dan sebagainya. "Jadi tidak membeli kucing dalam karung, tapi orang kenal," tuturnya.

Amelia Rahima Sari

Alumnus Antropologi Universitas Airlangga ini mengawali karire jurnalistik di Tempo sejak 2021 lewat program magang plus selama setahun. Amel, begitu ia disapa, kembali ke Tempo pada 2023 sebagai reporter. Pernah meliput isu ekonomi bisnis, politik, dan kini tengah menjadi awak redaksi hukum kriminal. Ia menjadi juara 1 lomba menulis artikel antropologi Universitas Udayana pada 2020. Artikel yang menjuarai ajang tersebut lalu terbit di buku "Rekam Jejak Budaya Rempah di Nusantara".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus