Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan wacana mendatangkan rektor asing ke perguruan tinggi negeri masih dalam kajian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini sedang dimatangkan Menristekdikti, namun tentu saja kami harus melihat hal-hal yang terkait dengan soal tersebut," kata Puan di Istana Negara, Jakarta, Senin, 5 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Puan mengatakan, rencana tersebut dikaji dari sisi konsekuensi dan manfaatnya ke depan. Yang pasti, kata Puan, tujuan mendatangkan rektor dari luar negeri itu agar universitas di Indonesia bisa lebih baik.
"Kenapa kemudian kita tidak mencoba untuk bisa mempunyai pemikiran yang lebih maju, namun tentu saja itu harus dilihat lagi konsekuensi dan manfaat ke depan seperti apa," katanya.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M. Nasir menjelaskan bahwa pemerintah harus merevisi terlebih dulu aturan yang mewajibkan rektor perguruan tinggi negeri harus WNI. "Ini enggak main-main lho. Peraturan Pemerintah lho. Harus diubah kalau mau. Saya ubah ini," kata Nasir. Menurut Nasir, revisi aturan tersebut ditargetkan selesai pada tahun ini.
Berkaca pada negara lain, Nasir mengatakan bahwa universitas di negara-negara Asia bisa menjadi kampus terbaik di dunia karena mendatangkan rektor asing. Misalnya, Singapura, Hongkong, Taiwan, Cina, dan Arab Saudi lho.
Yang jadi masalah, kata Nasir, apakah Indonesia berani mengeksekusi soal impor rektor asing ini atau tidak. "Yang jadi masalah adalah kita itu tidak mau berubah. Dianggap kita itu sudah segala-galanya. Buktinya apa kan gitu. Kita masih sangat ketinggalan," katanya.