Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Samakan Persepsi Radikalisme, Gus Sholah Gelar Seminar di Jombang

Menurut tokoh Nahdlatul Ulama ini, perlu ada ukuran yang jelas mengenai radikalisme. Sebab, setiap orang punya persepsi berbeda untuk mengukurnya.

1 Desember 2019 | 08.00 WIB

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah), memberikan pendapat soal usulan PBNU tentang pemilihan presiden tidak langsung, di rumahnya di Jalan Bangka Raya, Jakarta, 30 November 2019. Tempo/Friski Riana
Perbesar
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah), memberikan pendapat soal usulan PBNU tentang pemilihan presiden tidak langsung, di rumahnya di Jalan Bangka Raya, Jakarta, 30 November 2019. Tempo/Friski Riana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah berencana mengadakan seminar untuk menyamakan pandangan tentang radikalisme. "Ada silang pendapat tentang pengertian radikalisme, mau kami cari kesepakatan bersama," kata Gus Sholah saat ditemui di rumahnya di Jalan Bangka Raya, Jakara, 30 November 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Acara seminar akan diadakan di Pondok Pesantren Tebuireng, pada 21 Desember 2019, pukul 09.00. Gus Sholah akan mengundang Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Suhardi Alius, Rais Syuriah PBNU KH Afifuddin Muhajir, Ketua PP Muhammadiyah Syafiq Mughni, Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera Salim Segaf Al Jufri, dan Rektor UIN Sunan Ampel Masdar Hilmy.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gus Sholah mengatakan, para narasumber akan menyampaikan pandangannya terkait Islam radikal dari segi budaya, agama, dan politik. Selain itu juga akan dibahas tentang pendidikan Islam wasathiyah. "Karena kalau kita ngomong islam radikal, yang seperti apa Islam radikal. Apakah Islam radikal boleh apa tidak. Ini bisa banyak pendapat," ujarnya.

Menurut tokoh Nahdlatul Ulama ini, perlu ada ukuran yang jelas mengenai radikalisme. Sebab, setiap orang punya persepsi berbeda untuk mengukurnya. Ia mengambil contoh hasil survei yang menyatakan kampus Institut Teknologi Bandung sudah terpapar paham radikalisme. "Saya tanya kawan saya yang jadi profesor, kan alumni ITB, ada enggak (yang terpapar radikalisme)? Kalaupun ada tidak sehebat yang dibayangkan orang. Ini kan berbeda caranya mengukur."

Selain seminar, juga akan diperingai 35 tahun NU menerima Pancasila.

 

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus