Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA puluh buah traktor tangan, berjejer di pendopo Kabupaten
Karawang Selasa pekan lalu. Ini merupakan sebagian dari sekitar
1.000 traktor yang akan didrop Gubernur Ja-Bar, ke daerah yang
terlarnbat bertanam padi.
Traktor kredit ini berasal dari PT Oscar Trading Company,
Jakarta, yang mendapat SPK (Surat Perintah Kerja) dari Gubernur
Ja-Bar. Tahap pertama, kata Oscar Pangemanan, direktur utama
perusahaan itu, akan didatangkan 117 buah traktor. Selanjutnya
akan didrop, "sesuai kebutuhan".
Hal itu berarti akan menambah jumlah traktor di Karawang yang
kini berjumlah sekitar 750 buah. Penyediaan traktor secara
besar-besaran ini, kata Bupati Karawang, Opon Supanji, "akan
dilakukan secara selektif." Artinya, di daerah yang buruh
taninya cukup, traktor tak akan didatangkan. Setelah ditetima
Presiden, Sabtu pekan lalu, Menteri Muda Urusan Produksi Pangan,
Ir. M. Affandi pun menyebut bahwa, "traktor hanya untuk mengisi
kekosongan, akibat makin langkanya buruh tani."
Tapi iktikad baik ini memang masih perlu diuji. Traktor tetap
bisa menjadi ancaman bagi buruh tani. Sebab, biasanya,
pencangkul yang bekerja di kota, tetap akan balik ke kampung di
musim tanam dan panen.
Tenaga manusia memang kalah gesit dibanding traktor. Untuk
menggarap 1 ha sawah, perlu waktu 10 hari. Itu pun setelah
dibantu kerbau. Ongkosnya, jatuh Rp 80 ribu. Bila digarap
traktor, lebih menghemat waktu dan uang: 1 ha bisa selesai
sehari dengan ongkos Rp 25 ribu.
Tapi dengan memakai mesin butuh tani jadi tergusur. Dan ada
sawah yang tak cocok ditraktor. Seperti sawah milik Dengke di
Desa Palawad yang banyak batunya. "Pisau traktor patahpatah
terjun di sawah saya," kata pemilik 0,5 ha sawah itu.
Maka, wakil ketua HKTI Karawang, Jamaludin, berpendapat bahwa
petani sebaiknya diberi kredit kerbau. Uang untuk sebuah
traktor, bisa untuk membeli 10 ekor kerbau. Jangka tiga tahun,
kerbau bisa beranak, sementara traktor jadi besi tua. Tambahan
lagi, kerbau tak merusak lingkungan. Halangannya bahwa areal
penggembalaan kini kian menyempit.
Traktorisasi juga ditentang Gubernur Jawa Tengah, Soepardjo
Rustam. "Efisiensi pertanian tak akan bermanfaat, bila
menyebabkan angka pengangguran. Buruh tani mesti dibantu!"
katanya dengan nada tinggi. Maksudnya tentulah, agar para buruh
tani tak meninggalkan sawah, hendaklah upah maupun kesejahteraan
mereka ditingkatkan. Maka, "walau pabrik traktor (Kubota) ada di
Ja-Teng, saya tak bakal membantu pemasarannya," tambah gubernur
itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo