Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sebuah Traktor Atau 10 Kerbau

1.000 traktor akan didrop gubernur jawa barat ke kabupaten karawang. dan akan digunakan secara selektif. Tapi ada yang tidak setuju traktorisasi.

5 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA puluh buah traktor tangan, berjejer di pendopo Kabupaten Karawang Selasa pekan lalu. Ini merupakan sebagian dari sekitar 1.000 traktor yang akan didrop Gubernur Ja-Bar, ke daerah yang terlarnbat bertanam padi. Traktor kredit ini berasal dari PT Oscar Trading Company, Jakarta, yang mendapat SPK (Surat Perintah Kerja) dari Gubernur Ja-Bar. Tahap pertama, kata Oscar Pangemanan, direktur utama perusahaan itu, akan didatangkan 117 buah traktor. Selanjutnya akan didrop, "sesuai kebutuhan". Hal itu berarti akan menambah jumlah traktor di Karawang yang kini berjumlah sekitar 750 buah. Penyediaan traktor secara besar-besaran ini, kata Bupati Karawang, Opon Supanji, "akan dilakukan secara selektif." Artinya, di daerah yang buruh taninya cukup, traktor tak akan didatangkan. Setelah ditetima Presiden, Sabtu pekan lalu, Menteri Muda Urusan Produksi Pangan, Ir. M. Affandi pun menyebut bahwa, "traktor hanya untuk mengisi kekosongan, akibat makin langkanya buruh tani." Tapi iktikad baik ini memang masih perlu diuji. Traktor tetap bisa menjadi ancaman bagi buruh tani. Sebab, biasanya, pencangkul yang bekerja di kota, tetap akan balik ke kampung di musim tanam dan panen. Tenaga manusia memang kalah gesit dibanding traktor. Untuk menggarap 1 ha sawah, perlu waktu 10 hari. Itu pun setelah dibantu kerbau. Ongkosnya, jatuh Rp 80 ribu. Bila digarap traktor, lebih menghemat waktu dan uang: 1 ha bisa selesai sehari dengan ongkos Rp 25 ribu. Tapi dengan memakai mesin butuh tani jadi tergusur. Dan ada sawah yang tak cocok ditraktor. Seperti sawah milik Dengke di Desa Palawad yang banyak batunya. "Pisau traktor patahpatah terjun di sawah saya," kata pemilik 0,5 ha sawah itu. Maka, wakil ketua HKTI Karawang, Jamaludin, berpendapat bahwa petani sebaiknya diberi kredit kerbau. Uang untuk sebuah traktor, bisa untuk membeli 10 ekor kerbau. Jangka tiga tahun, kerbau bisa beranak, sementara traktor jadi besi tua. Tambahan lagi, kerbau tak merusak lingkungan. Halangannya bahwa areal penggembalaan kini kian menyempit. Traktorisasi juga ditentang Gubernur Jawa Tengah, Soepardjo Rustam. "Efisiensi pertanian tak akan bermanfaat, bila menyebabkan angka pengangguran. Buruh tani mesti dibantu!" katanya dengan nada tinggi. Maksudnya tentulah, agar para buruh tani tak meninggalkan sawah, hendaklah upah maupun kesejahteraan mereka ditingkatkan. Maka, "walau pabrik traktor (Kubota) ada di Ja-Teng, saya tak bakal membantu pemasarannya," tambah gubernur itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus