Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR memakai jasa konsultan appraisal atau penilaian dalam mengkaji besaran tunjangan perumahan untuk 580 anggota dewan periode 2024-2029.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ratusan legislator Senayan itu dikabarkan bakal menerima tunjangan perumahan tiap bulannya, sebagai pengganti fasilitas rumah dinas jabatan anggota yang tak lagi diberikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengatakan, bahwa pihaknya akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan konsultan appraisal tersebut. Jasa ini berguna memberikan estimasi serta pendapat terhadap nilai ekonomi suatu objek penilaian, sesuai dengan standar penilaian Indonesia dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
"Kami gunakan konsultan appraisal yang akan kami laporkan untuk finalisasi kepada AKD (alat kelengkapan dewan) bernama BURT (Badan Urusan Rumah Tangga) setelah terbentuk," katanya ditemui di kawasan kompleks Kalibata, Jakarta Selatan pada Senin, 7 Oktober 2024.
Hingga kini besaran tunjangan perumahan itu masih belum diketahui. Dia turut menyinggung nominal tunjangan serupa untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD yang mencapai Rp 40-50 juta.
Menurut dia, besaran itu menjadi salah satu yang dipertimbangkan untuk menentukan nominal tunjangan perumahan bagi anggota DPR. Selain itu, pihaknya juga mempertimbangkan harga sewa properti yang ada di Jakarta.
"Secara apple to apple, kami juga harus memandang apakah Jakarta dengan tempat lain itu besaran properti, harga properti itu sama sewanya," ucap Indra.
Indra mengatakan, kajian ihwal wacana pemberian tunjangan perumahan ke anggota DPR itu sudah dibahas sejak 2022. Di sisi lain, pihaknya juga telah mengkaji perbandingan yang paling efisien antara revitalisasi rumah dinas dengan pemberian tunjangan perumahan.
Indra mengklaim, dari perbandingan dua opsi itu pilihan yang paling fleksibel ialah memberikan tunjangan perumahan. Sebab, katanya, biaya untuk merevitalisasi ratusan rumah dinas itu membutuhkan biaya yang tak ekonomis.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia atau Formappi, Lucius Karus menilai kebijakan pemberian tunjangan perumahan untuk anggota DPR periode 2024-2029 bukan kebutuhan mendesak. Menurut dia, kebijakan ini dibuat agar ratusan legislator Senayan bisa mendapatkan uang lebih.
“Saya, sih, melihat kebutuhan mereka untuk mendapatkan uang yang banyak,” kata Lucius ketika dihubungi Tempo, Ahad, 6 Oktober 2024.
Menurut dia, kerusakan rumah dinas hanya dijadikan alasan oleh DPR agar bisa mendapatkan proyek. Selain itu, ujarnya, kerusakan rumah dinas itu dijadikan modus supaya kebijakan pemberian tunjangan perumahan ini bisa terealisasi dengan mulus.
Padahal, menurut Lucius, mayoritas anggota DPR tetap tidak mau menempati rumah dinas itu meski sudah direnovasi. “Jadi ini soal mencari yang paling menguntungkan, bukan mencari yang paling efisien,” kata dia.
Lucius mengatakan, semestinya untuk menghemat anggaran, kebijakan pemberian tunjangan perumahan ini tidak dilakukan. Menurut dia, seharusnya rumah dinas DPR itu tetap dimanfaatkan dengan merenovasi bagian rumah yang rusak.
Terlebih lagi, tak lama lagi DPR bakal pindah tugas ke Ibu Kota Nusantara atau IKN, Kalimantan Timur. Karena itu, menurut dia, pemberian tunjangan perumahan untuk anggota DPR ini bukan kebutuhan yang mendesak.
Dia menyayangkan sikap DPR yang memulai periode lima tahunan dengan kegaduhan perihal fasilitas untuk kepentingan pribadi. Walhasil, urusan kepentingan rakyat menjadi terabaikan.
“Kok kesannya kalau soal rumah saja jadi pembicaraan di awal periode begini, anggota DPR sebegitu bernafsunya mengejar harta?” ucap Lucius.