Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian turut menanggapi soal film Dirty Vote yang dibuat oleh sutradara Dandhy Laksono. Terlebih namanya sempat disebut dalam salah satu bagian film yang membahas mengenai pembentukan provinsi baru di Papua untuk skenario pemilu 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tito menilai film dokumenter Dirty Vote itu tidak menempuh dua metode ilmiah dalam menghasilkan suatu kesimpulan sehingga dianggap hanya sebatas pembentukan opini. Dua metode ilmiah yang dimaksud adalah congruent method (metode kongruen) dan tracing method (metode pelacakan).
Tito menjelaskan metode kongruen adalah suatu metode upaya melihat sesuatu dan mengambil kesimpulan karena dianggap sama dan sebangun. Metode itu, menurut dia, ditempuh tanpa melihat sebab dan akibat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Itu boleh, kalau kita ingin mengambil hipotesa. Sama dengan media, ketika membuat hipotesa boleh. Tapi kalau mau membuat tulisan yang betul-betul akurat, ya harus menempuh proses tracing," kata Tito.
Adapun mantan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) itu mengatakan petugas kepolisian sudah terbiasa menerapkan metode-metode tersebut sebagai cara berpikir dalam proses investigasi jika ada peristiwa-peristiwa. Menurut Tito, metode kongruen tidak bisa dijadikan alasan pasti tanpa proses pelacakan.
Tito menjelaskan proses pelacakan pun harus dilakukan dengan menjajaki semua sebab dan akibat jika ingin menentukan pelaku atau tersangka. Maka dari itu, menurut dia, tudingan terkait namanya yang disebut berperan dalam pemenangan pasangan calon (paslon) tertentu karena adanya pemekaran provinsi di Pulau Papua, masih sebatas kongruen tanpa menempuh proses pelacakan.
Tito mengatakan pemekaran provinsi di Papua itu dilakukan sebelum adanya koalisi partai-partai dan pasangan calon untuk pemilu. Menurut dia, pemekaran provinsi di Papua bukan merupakan inisiatif pemerintah, melainkan dari DPR dan aspirasi masyarakat.
"Tapi tiba-tiba dilompatkan bahwa pemekaran Papua itu dalam rangka untuk mempermudah paslon yang disiapkan pemerintah untuk memenuhi persyaratan 20 persen (suara) dari separuh provinsi, saya bilang itu terlalu jauh," kata Tito.