Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Co-Founder Lapor Covid-19, Irma Hidayana, ikut mempertanyakan langkah tim peneliti Vaksin Nusantara, yang tetap melanjutkan uji klinis tahap dua meski tak mendapat rekomendasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Irma mengatakan tim pengembang Covid-19 itu seharusnya mengikuti prosedur klinik yang tepat. Setidaknya, Peraturan BPOM nomor 9 tahun 2014 tentang Tata Laksana Persetujuan Uji Klinik, harus dipenuhi oleh tim peneliti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau nggak mengikuti itu artinya tidak taat keilmuan. Padahal ini penting," kata Irma saat dihubungi, Kamis, 15 April 2021.
Ia menegaskan prosedur ini wajib dilewati karena keamanan dan efikasi dari vaksinnya harus terlebih dulu dipastikan. Irma pun mengingatkan bahwa ketidakpatuhan prosedur uji klinik bisa berdampak pada kesehatan.
"Kayanya BPOM sudah temuan kurang lebih 70 persen kejadian tak diinginkan (KTD) juga (dalam pengembangan vaksin tersebut)," kata Irma.
Vaksin Nusantara yang dikembangkan oleh eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, dinilai memiliki sejumlah kejanggalan. Misalnya tidak ada validasi dan standarisasi terhadap metode pengujian. Hasil penelitian pun berbeda-beda, dengan alat ukur yang tak sama.
Selain itu, produk vaksin tidak dibuat dalam kondisi steril. Catatan lain adalah antigen yang digunakan dalam penelitian tidak terjamin steril dan hanya boleh digunakan untuk riset laboratorium, bukan untuk manusia.
Meski BPOM tak meloloskan uji klinis tahap pertama Vaksin Nusantara, namun tim peneliti tetap melanjutkan uji klinis tahap kedua. Dua hari lalu, tim peneliti menggaet sejumlah anggota DPR hingga tokoh nasional untuk menjadi relawan dalam uji klinis tahap dua tersebut.
Baca: Vaksin Nusantara Belum Lolos Uji Klinis, BPOM: Kami Tak Pernah Pilih Kasih