Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MEMPEROLEH berita yang tepat serta benar adalah dambaan pembaca. Di sisi lain, tanggung jawab media adalah memberikan berita yang mendidik dan obyektif. Pensiunan tua nyinyir yang seusia republik tercinta ini masih menyimpan mimpi indah untuk anak-cucu agar bisa membaca berita yang benar, berimbang, dan komprehensif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saya mengambil contoh pemberitaan tentang BRICS 2023. BRICS adalah kelompok negara yang terdiri atas Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Di Koran Tempo, ada berita yang menyebutkan “Para pemimpin kelompok negara berkembang BRICS telah mengundang Arab Saudi, Iran, Ethiopia, Mesir, Argentina, dan Uni Emirat Arab untuk bergabung”. Koran lain menulis Indonesia tak diundang masuk ke BRICS. Koran lain lagi menulis BRICS menerima enam anggota baru, Indonesia masih dikaji. BRICS kini memiliki sebelas anggota. Tujuannya memberi ragam pilihan kerja sama perekonomian. Indonesia masih melakukan pengkajian dan tidak ingin tergesa-gesa bergabung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kenyinyiran saya membawa pencarian dan saya dapat memperoleh tayangan Euronews pada saat pengumuman tentang hal tersebut. Dapat dibaca, didengarkan, dan disaksikan di sana, bahwa BRICS hanya mengundang Argentina, Arab Saudi, Mesir, Etiopia, Uni Emirat Arab, dan Iran menjadi anggota penuh BRICS.
Saya berharap bisa membaca berita secara obyektif melalui pemilihan kata-kata yang tepat dan pemaknaan isi dengan sahih diperlukan untuk menegakkan etika pemberitaan yang dibaca publik. Membaca berita-berita tersebut, saya paham saat Goenawan Mohamad bersama kawan-kawan membentuk Aliansi Jurnalis Independen. Profesionalisme wartawan mencakup pengetahuan, kemampuan, kejujuran, etika, serta integritas seorang jurnalis.
Hadisudjono Sastrosatomo
Jakarta
Kualitas Menteri
PADA 1966, Presiden Sukarno membentuk Kabinet Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera). Kabinet tersebut dipimpin oleh lima anggota presidium, dengan jabatan menteri utama. Mereka adalah Jenderal Soeharto yang sekaligus merangkap sebagai Ketua Presidium, Sultan Hamengku Buwono IX, Adam Malik, KH Idham Chalid, dan Sanusi Hardjadinata.
Di atas kertas, Kabinet Ampera memang dipimpin oleh Presiden Sukarno, tapi sebetulnya kendali sepenuhnya berada di tangan Soeharto, Sultan Hamengku Buwono IX, dan Adam Malik, tiga serangkai yang bekerja sangat kompak. Mereka sering disebut sebagai “triumvirat” atau “tritunggal”.
Mereka mempunyai julukan masing-masing. Soeharto disebut sebagai “a man of quick action” karena selalu cepat mengambil tindakan. Adam Malik dikenal sebagai “a man of instant solution” karena dianggap cepat mengambil keputusan. Adapun Sultan Hamengku Buwono mendapat panggilan “a man of deliberation” karena sifatnya yang bijaksana.
Dengan kendali tiga serangkai tersebut, kepercayaan pihak luar negeri terhadap Indonesia perlahan pulih. Tingkat inflasi yang pada waktu itu mencapai 1.000 persen secara bertahap bisa diturunkan. Mereka juga harus membenahi defisit anggaran yang mencapai angka 300 persen. Perekonomian mulai membaik, setelah pada era Orde Lama porak-poranda. Akhirnya Indonesia diterima kembali bergabung sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, Bank Dunia, dan Dana Moneter Internasional (IMF).
Terlepas dari masalah sikap pro atau kontra terhadap ketiga tokoh tersebut, ada nilai-nilai positif yang bisa dijadikan suri teladan. Pada era tersebut juga terbukti apa yang mereka lakukan bisa membuat ekonomi Indonesia pulih dengan cepat dan kembali mendapatkan kepercayaan dari dunia internasional.
Seharusnya para menteri dan pejabat tinggi di Indonesia, dari mana pun mereka berasal, berlatar belakang profesional ataupun partai politik, di samping mempunyai kemampuan dan menguasai masalah teknis sesuai dengan bidang masing-masing, meneladankan nilai-nilai yang dimiliki tiga serangkai tersebut dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab.
Kita semua berharap pemerintahan baru hasil Pemilihan Umum 2024 bisa melahirkan kabinet yang menguasai bidangnya, cepat mengambil keputusan, cepat mengambil tindakan, tapi tetap dengan sikap yang bijaksana. Sebab, untuk menuju Indonesia Emas 2045, yang diperlukan bukan hanya kerja keras, tapi juga kecerdasan, tidak bisa hanya beretorika. Pemilu 2024 dan pemilu-pemilu selanjutnya harus dijadikan momentum untuk memilih pemimpin yang benar-benar bekerja untuk rakyat, agar cita-cita Indonesia Emas 2045 tercapai.
Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat
RALAT
PadA artikel rubrik Selingan "Geliat Ahmadiyah di Inggris Raya", kredit foto yang tertulis "Yandrie Arvian" seharusnya "Yandhrie Arvian". Lalu pada keterangan foto nomor 2 halaman 56 dan keterangan foto nomor 1 halaman 60 seharusnya tertulis "29 Juli 2023".
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Problem Berita Media Kita"