NAMA Gunther W. Holtorf. Gerak-geriknya tangkas dan sigap.
Bertubuh kekar. Barangkali tidak dengan maksud membual kalau ia
berkata: "Saya tahu setiap jengkal tanah di Jakarta.
Saya kenal setiap meter kampung-kampung di ibukota Indonesia."
Karena dialah orang yang pertama kali membuat peta Jakarta yang
terbaru dan munkin paling lengkap.
Jabatan resminya Cargo and Station Manager dari dinas
penerbangan Lufthansa. Laki-laki yang baru berusia 42 tahun ini
tiba di Jakarta 5 tahun lalu. Untuk beberapa orang kenalannya,
Holtorf selalu membuatkan peta sederhana kalau mereka bertanya
suatu alamat. "Undangan-undangan juga selalu disertai peta
alamat si penghuni," ujar Holtorf, "apalagi untuk daerah Kemang
dan Simprug."
Mula-mula Holtorf mencoba membuat peta untuk beberapa penumpang
Lufthansa yang singgah di Jakarta untuk beberapa hari. Tapi
semakin lama dia tinggal di Jakarta, semakin banyak dia
berbicara dengan supir taksi, pejabat pemerintah, teman-temannya
orang asing -- kian dirasanya ketidakadaan peta Jakarta yang
serba lengkap dan mudah disimak.
Pagi Hari
Holtorf akhirnya ke Dinas Tata Kota DKI untuk meminta blueprint
dari pemekaran Kota Jakarta. Sedikit demi sedikit peta Jakarta
dibuatnya. Bersama isterinya Renate, Holtorf mulai memeta
Jakarta "hanya sebagai hobi saya kok," ujarnya. Di mobilnya
selalu ada selembar papan tempat dia mencoret-coret segala
sesuatu. Kerja sambilannya ini dimulai sekitar jam 04.30 pagi
sampai jam 07.30. "Jamjam itu jalanan tidak terlalu ramai dan
kampung masih sepi," ujarnya. Kalau akhir minggu tidak ada
rencana, waktunya habis untuk membuat peta.
"Pada mulanya, banyak orang-orang kampung mengiring kami
berjalan," cerita Holtorf lagi "tapi mereka tidak mengganggu."
Lebih dari 5.000 km jalan di Jakarta telah dipelajari Holtorf
lewat jalan kaki dan mobil, selama 3 tahun. "Yang menonjol, di
Jakarta begitu banyak masjid," ujarnya. Dia memperkirakan ada
sekitar 5.000 sampai 6.000 masjid besar dan kecil tersebar di
Jakarta. Dari jumlah tersebut, Holtorf memasukkan lokasi masjid
sekitar 200 buah saja yang bisa dijadikan patokan (landmark).
Begitu juga gedung-gedung yang monumental, gereja, dan
tanda-tanda di jalan seperti pompa bensin, masuk dalam peta
Holtorf.
Tahun 1977 peta itu siap. Dicetak pertama kali sebanyak 30.000
buah oleh penerbit Jambatan. Ada 300 kampung masuk dalam peta
tersebut, berikut tidak kurang dari 3.500 jalan yang malang
melintang. "Dan saya tidak membuat peta yang lebih besar lagi
agar propotsi peta lipat untuk pengendara mobil tidak
terganggu," ujar Holtorf.
Ternyata peta ini laris. Holtorf juga mulai membuat peta
dinding. Yang diambilnya tetap saja: Jakarta, Tanjung Priok,
Ancol, sekitar Taman Mini Indonesia, Cilandak dan Kemang.
"Jakarta begitu cepat berkembang," kata Holtorf, "sehingga
daerah seperti Pasar Minggu dan Depok belum saya masukkan."
Cetakan pertama peta itu habis. Demikian pula cetakan kedua.
Cetakan ketiga 1979 dengan perbaikan. Holtorf telah memasukkan
4500 nama jalan, ditambah sebagian daerah Pasar Minggu,
Cilandak, Pondok Indah dan daerah Kota. Kesulitannya ialah nama
jalan sering tidak cocok. Artinya nama resmi dari Tata Kota dan
nama yang lebih terkenal di mulut penduduk berbeda. "Misalnya
untuk daerah Buncit Raya, ada 10 nama untuk satu daerah yang
sama. Saya harus meneliti mana nama yang sesungguhnya."
Ganti Nama
Komite Jalan yang terdiri dari unsur DKI dan DPU nantinya akan
mengganti puluhan bahkan ratusan jalan. Misalnya di daerah Tebet
dan Kemang. Nama-nama jalan yang serupa akan diganti nama baru.
Peta lipat Holtorf juga dilengkapi tempat-tempat yang menarik
untuk dikunjungi, nama hotel, kantor penerbangan, nomor mobil
CD, jarak Jakarta dengan beberapa kota, dan catatan lain yang
diperlukan untuk mengetahui Jakarta lebih banyak. "Dinas Tata
Kota tidak bisa begitu saja mengganti jalan-jalan," ujar
Holtorf, "karena menyangkut masalah kantor pos, biaya, telex dan
sebagainya." Peta buatan Holtorf bergaya Falk Verlag, pembuat
peta kenamaan di Hamburg.
Hingga kini Holtorf selalu masih tengok sana lihat sini. Sebab
dia merasa petanya ini harus terus diperbaiki. Mulai dari skala
sampai ke bentuk huruf ("agar bisa cepat dibaca dalam mobil,"
ujarnya) Holtorf sendiri yang mengatur. Tambahnya lagi: "Dirjen
Pariwisata minta saya untuk bikin peta di Bali, paling tidak
Denpasar dan sekelilingnya."
Akan dibuatkah peta yang lain? "Mana mungkin, saya bekerja di
Jakarta dan tidak bisa membuat begitu saja tanpa harus menekuni
jalan demi jalan," ujarnya, "jadi permintaan itu saya tolak.
Paling tidak untuk waktu sekarang."
Juni tahun lalu Holtorf mendapat hadiah Plakat Kepariwisataan
bagi perorangan. Gubernur Tjokropranolo bahkan berkata
kepadanya: "Biarpun anda seorang tamu asing dari Jerman, tetapi
anda lebih tahu Jakarta daripada gubernurnya sendiri."
Baginya sebuah kota di mana ia ditempatkan selalu mempunyai
peristiwa bersejarah baginya dan bagi penghuni kota itu. Ketika
Holtorf ditempatkan di Hongkong, ia menerbitkan buku berjudul
rhe World of Contrasts, yang berisi foto-foto dan peta yang
berguna bagi kaum pelancong di Hongkong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini