Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prelude

Hanya hobi tuan holtorf

Holtorf, 42, warga jerman yang berdinas di lufthansa, orang pertama membuat peta jakarta yang mungkin paling lengkap. lebih 5.000 km jalan di jakarta telah dipelajari sampai kepelosok kampung. (ils)

31 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMA Gunther W. Holtorf. Gerak-geriknya tangkas dan sigap. Bertubuh kekar. Barangkali tidak dengan maksud membual kalau ia berkata: "Saya tahu setiap jengkal tanah di Jakarta. Saya kenal setiap meter kampung-kampung di ibukota Indonesia." Karena dialah orang yang pertama kali membuat peta Jakarta yang terbaru dan munkin paling lengkap. Jabatan resminya Cargo and Station Manager dari dinas penerbangan Lufthansa. Laki-laki yang baru berusia 42 tahun ini tiba di Jakarta 5 tahun lalu. Untuk beberapa orang kenalannya, Holtorf selalu membuatkan peta sederhana kalau mereka bertanya suatu alamat. "Undangan-undangan juga selalu disertai peta alamat si penghuni," ujar Holtorf, "apalagi untuk daerah Kemang dan Simprug." Mula-mula Holtorf mencoba membuat peta untuk beberapa penumpang Lufthansa yang singgah di Jakarta untuk beberapa hari. Tapi semakin lama dia tinggal di Jakarta, semakin banyak dia berbicara dengan supir taksi, pejabat pemerintah, teman-temannya orang asing -- kian dirasanya ketidakadaan peta Jakarta yang serba lengkap dan mudah disimak. Pagi Hari Holtorf akhirnya ke Dinas Tata Kota DKI untuk meminta blueprint dari pemekaran Kota Jakarta. Sedikit demi sedikit peta Jakarta dibuatnya. Bersama isterinya Renate, Holtorf mulai memeta Jakarta "hanya sebagai hobi saya kok," ujarnya. Di mobilnya selalu ada selembar papan tempat dia mencoret-coret segala sesuatu. Kerja sambilannya ini dimulai sekitar jam 04.30 pagi sampai jam 07.30. "Jamjam itu jalanan tidak terlalu ramai dan kampung masih sepi," ujarnya. Kalau akhir minggu tidak ada rencana, waktunya habis untuk membuat peta. "Pada mulanya, banyak orang-orang kampung mengiring kami berjalan," cerita Holtorf lagi "tapi mereka tidak mengganggu." Lebih dari 5.000 km jalan di Jakarta telah dipelajari Holtorf lewat jalan kaki dan mobil, selama 3 tahun. "Yang menonjol, di Jakarta begitu banyak masjid," ujarnya. Dia memperkirakan ada sekitar 5.000 sampai 6.000 masjid besar dan kecil tersebar di Jakarta. Dari jumlah tersebut, Holtorf memasukkan lokasi masjid sekitar 200 buah saja yang bisa dijadikan patokan (landmark). Begitu juga gedung-gedung yang monumental, gereja, dan tanda-tanda di jalan seperti pompa bensin, masuk dalam peta Holtorf. Tahun 1977 peta itu siap. Dicetak pertama kali sebanyak 30.000 buah oleh penerbit Jambatan. Ada 300 kampung masuk dalam peta tersebut, berikut tidak kurang dari 3.500 jalan yang malang melintang. "Dan saya tidak membuat peta yang lebih besar lagi agar propotsi peta lipat untuk pengendara mobil tidak terganggu," ujar Holtorf. Ternyata peta ini laris. Holtorf juga mulai membuat peta dinding. Yang diambilnya tetap saja: Jakarta, Tanjung Priok, Ancol, sekitar Taman Mini Indonesia, Cilandak dan Kemang. "Jakarta begitu cepat berkembang," kata Holtorf, "sehingga daerah seperti Pasar Minggu dan Depok belum saya masukkan." Cetakan pertama peta itu habis. Demikian pula cetakan kedua. Cetakan ketiga 1979 dengan perbaikan. Holtorf telah memasukkan 4500 nama jalan, ditambah sebagian daerah Pasar Minggu, Cilandak, Pondok Indah dan daerah Kota. Kesulitannya ialah nama jalan sering tidak cocok. Artinya nama resmi dari Tata Kota dan nama yang lebih terkenal di mulut penduduk berbeda. "Misalnya untuk daerah Buncit Raya, ada 10 nama untuk satu daerah yang sama. Saya harus meneliti mana nama yang sesungguhnya." Ganti Nama Komite Jalan yang terdiri dari unsur DKI dan DPU nantinya akan mengganti puluhan bahkan ratusan jalan. Misalnya di daerah Tebet dan Kemang. Nama-nama jalan yang serupa akan diganti nama baru. Peta lipat Holtorf juga dilengkapi tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi, nama hotel, kantor penerbangan, nomor mobil CD, jarak Jakarta dengan beberapa kota, dan catatan lain yang diperlukan untuk mengetahui Jakarta lebih banyak. "Dinas Tata Kota tidak bisa begitu saja mengganti jalan-jalan," ujar Holtorf, "karena menyangkut masalah kantor pos, biaya, telex dan sebagainya." Peta buatan Holtorf bergaya Falk Verlag, pembuat peta kenamaan di Hamburg. Hingga kini Holtorf selalu masih tengok sana lihat sini. Sebab dia merasa petanya ini harus terus diperbaiki. Mulai dari skala sampai ke bentuk huruf ("agar bisa cepat dibaca dalam mobil," ujarnya) Holtorf sendiri yang mengatur. Tambahnya lagi: "Dirjen Pariwisata minta saya untuk bikin peta di Bali, paling tidak Denpasar dan sekelilingnya." Akan dibuatkah peta yang lain? "Mana mungkin, saya bekerja di Jakarta dan tidak bisa membuat begitu saja tanpa harus menekuni jalan demi jalan," ujarnya, "jadi permintaan itu saya tolak. Paling tidak untuk waktu sekarang." Juni tahun lalu Holtorf mendapat hadiah Plakat Kepariwisataan bagi perorangan. Gubernur Tjokropranolo bahkan berkata kepadanya: "Biarpun anda seorang tamu asing dari Jerman, tetapi anda lebih tahu Jakarta daripada gubernurnya sendiri." Baginya sebuah kota di mana ia ditempatkan selalu mempunyai peristiwa bersejarah baginya dan bagi penghuni kota itu. Ketika Holtorf ditempatkan di Hongkong, ia menerbitkan buku berjudul rhe World of Contrasts, yang berisi foto-foto dan peta yang berguna bagi kaum pelancong di Hongkong.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus