Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BSU Guru SMA
SAYA adalah seorang guru sekolah menengah atas swasta di Pematang Siantar, Sumatera Utara, yang juga peserta aktif Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan sejak 2003. Saya memenuhi semua persyaratan untuk menerima bantuan subsidi upah (BSU), seperti gaji kurang dari Rp 3,5 juta, bukan penerima Program Keluarga Harapan, Bantuan Produktif Usaha Mikro, dan Kartu Prakerja, serta bukan pegawai negeri atau anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anehnya, sampai surat ini ditulis, saya belum menerima BSU tersebut. Saya sudah berusaha menghubungi pegawai BPJS Ketenagakerjaan Pematang Siantar, tapi hanya mendapat jawaban standar, “Kami hanya menyerahkan data peserta yang memenuhi syarat.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masalahnya, saya tidak tahu apakah data yang diserahkan itu lengkap. Tidak ada manipulasi. Lagi pula prosesnya juga tidak transparan. Kesan saya, program BSU dikerjakan asal-asalan. Pemerintah menaikkan harga BBM dan merasa sudah membantu pekerja. Masalah ada yang mendapat atau tidak mendapat dana bantuan, itu tidak penting.
Zainal Abidin
Guru SMA Swasta di Pematang Siantar
Anti Klimaks Liburan di Turki
Liburan ke Turki awal Oktober lalu meninggalkan kesan mendalam bagi keluarga kami. Pilihan untuk berlibur itu awalnya kami impikan sebagai perjalanan sempurna yang harus diulangi. Sebab kata orang—dan memang benar seperti kesaksian kami—alam Turki memamg mempesona. Selat Bosphorus, Istanbul, dan menumpang balon udara di Cappadocia adalah hal yang benar-benar amazing.
Namun sayang kisah indah itu ditutup dengan hal yang tidak mengenakan. Hal yang membuat kami merasa disepelekan atas alasan yang tidak jelas. Benar-benar antiklimaks. Ini terkait dengan pelayanan Turkish Airlines. Kami sengaja memilih kelas bisnis untuk kami berempat. Jakarta-Istanbul pulang-pergi. Saat berangkat relatif lancar.
Drama baru terjadi saat kami pulang. Tepatnya di penerbangan TK0056. Kami saat itu mendapat nomor kursi yang bersampingan dua-dua. Salah satunya adalah 3J dan 3K. Boarding pass pun dicetak dengan nomor kursi dan nama kami. Proses cek in pada saat d gerai check in berjalan lancar. Sambil menunggu pesawat berangkat kami menunggu di business class lounge di bandara udara Istanbul.
Waktu mendekati jam boarding kami beranjak ke gerbang tetapi ternyata line ekonomi dan bisnis tak dipisah. Panjang sekali. Kami pun mengalah dan menunggu antrean longgar. Nah, saat hendak masuk pesawat, penjaga gate mencoret boarding pass milik mama dan adik saya dengan pulpen. Mereka secara sepihak mengganti nomor kursi yang sudah tercetak.
Mama dan adik saya terpencar. Kami pun berupaya menjelaskan jika adik saya adalah anak berkebutuhan khusus dan tidak bisa duduk berpencar dari mama. Papa meminta si penjaga untuk tetap konsisten dengan boarding pass. Tapi mereka tidak mau menggantinya dan memberitahu kalau petugas di dalam pesawat akan membantu. Ternyata itu hanya rayuan. Saat kami masuk ada ibu dan anak yang telah menduduki kursi yang seharusnya punya adik dan mama saya itu.
Kami pun tak habis pikir bagaimana ini bisa terjadi untuk hal yang sederhana seperti ini. Tak punya pilihan kami pun duduk terpencar. Saya dan papa akhirnya yang memilih dipindah. Benar-benar pengalaman tak mengenakan yang sangat disesalkan dan membuat kami kapok kembali naik Turkish dan ke sana lagi.
Nama dan alamat ada di redaksi
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo