Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanggapan BNI
Kami ingin memberikan konfirmasi dan tambahan informasi atas tulisan berjudul ”Tergiur Duit Menganggur”, khususnya pada bagian infografis berjudul ”Sana-sini Terus Membobol”, di Tempo edisi 16-22 Mei 2011 halaman 88-90. Kami tegaskan, tidak ada dana yang hilang di BNI dalam upaya percobaan kejahatan pemalsuan dokumen yang dilakukan terhadap BNI Cabang Gambir pada 20 Desember 2010 (bukan 2006 seperti ditulis Tempo).
Berkat sistem pengendalian internal dan profesionalisme staf BNI, upaya pemalsuan dokumen senilai Rp 4,5 miliar tersebut dapat digagalkan. Jumlah kerugian yang timbul adalah nihil alias tidak ada dana nasabah yang hilang.
Putu B. Kresna
Corporate Secretary PT Bank Negara Indonesia
Redaksi berterima kasih atas tanggapan dan informasi Anda.
Calo-calo Senayan
Laporan utama majalah Tempo edisi 16-22 Mei 2011 menarik. Judulnya, ”Calo-calo Senayan”, sudah memikat dan mengundang orang untuk membacanya. Mungkin yang tidak tertarik hanya orang-orang yang ”mencari makan dan kekuasaan” di Senayan itu. Atau sebaliknya, mereka kebelet membacanya karena ingin tahu komentar masyarakat tentang mereka.
Setelah membaca laporan yang berani itu, saya merasa lengkaplah ”kejijikan” saya terhadap para ”pencari nafkah” yang menganggap diri mereka wakil rakyat itu.
Sori Siregar
Jalan Kenari VI-Blok L3/18,
Bintaro Jaya-Sektor 2
Kontrak Blok Madura Strait
Setelah berulang kali didemo mahasiswa dan diramaikan media, akhirnya pemerintah setuju menyerahkan pengelolaan blok minyak bumi di West Madura kepada Pertamina. Kepemilikan working interest Pertamina di sana sekarang 80 persen dan 20 persen sisanya dimiliki Kodeco. Seandainya tidak diramaikan di mana-mana, ada kabar Pertamina hanya akan diberi working interest 60 persen dan belum tentu jadi operator.
Dalam konteks ini, tulisan ”Dua Lurah Kecil” di majalah Tempo edisi 2-8 Mei 2011 halaman 101 perlu dicermati. Pada alinea terakhir artikel itu ditulis, ”Munculnya Patrick Waluyo di Blok Madura tak mengejutkan. Dalam lawatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Shanghai pada Oktober tahun lalu, Patrick sebagai Chief Executive Officer Samudra Energy meneken perjanjian kerja sama US$ 650 juta dengan CNOOC dan Husky Oil dalam pengembangan Blok Madura Strait.”
Blok Madura Strait yang disebut-sebut dalam tulisan itu memang dikelola Husky Oil sejak 1982. Kontrak mereka seharusnya berakhir pada 2012. Tapi, pada Oktober 2010, kontrak tersebut diperpanjang oleh pemerintah untuk jangka waktu 20 tahun dengan pembagian working interest sebagai berikut: Husky Oil Ltd 40 persen, CNOOC 40 persen, dan Samudra Energy Ltd 20 persen.
Menurut saya, keputusan perpanjangan tersebut tidak tepat. Sebab, ada potensi merugikan negara kalau sunk cost untuk masa kontrak awal di-carry forward ke kontrak 20 tahun ke depan. Perkiraan kasar sunk cost atau biaya yang dikeluarkan Husky Oil—yang sudah mengelola Blok Madura Strait hampir 30 tahun—tidak kurang dari US$ 150 juta.
Seandainya kontrak itu tidak diperpanjang dan blok tersebut diberikan kepada kontraktor lain, semua pengeluaran Husky Oil di blok ini sampai 2012—pada saat kontrak pertama seharusnya berakhir—akan menjadi tanggungan Husky Oil sendiri. Dengan kata lain, seluruh biaya itu tidak bisa diperhitungkan sebagai bagian dari skema cost recovery. Itulah mengapa saya menilai keputusan perpanjangan itu berpotensi merugikan kita.
M. Sulhan Askandar
Jalan Pertanian, Lebak Bulus, Jakarta Selatan
Hentikan Kekerasan Agama
Belakangan ini kekerasan agama jadi menu keseharian pemberitaan di media kita. Kasus terakhir yang mendapat liputan luas adalah pembantaian tiga anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Cikeusik, Banten. Kekerasan juga menyasar kelompok minoritas lain. Misalnya penyerangan terhadap jemaat Gereja Huria Kristen Batak Protestan di Bekasi dan kelompok Islam Syiah di Pasuruan. Juga teror bom buku untuk Ulil Abshar-Abdalla, aktivis Jaringan Islam Liberal.
Tapi yang paling memprihatinkan adalah ketidaktegasan aparat keamanan dalam memproses secara hukum para pelaku tindak kekerasan ini. Tak hanya itu, pemberlakuan produk-produk hukum yang diskriminatif terhadap kaum minoritas juga memperburuk keadaan. Misalnya pemberlakuan sejumlah peraturan daerah yang melarang segala bentuk aktivitas Ahmadiyah. Sampai saat ini setidaknya ada 20 pemerintah daerah yang mengeluarkan produk hukum berkaitan dengan hal tersebut. Peraturan semacam ini jelas bertentangan dengan prinsip negara hukum dan hak asasi manusia.
Dalam situasi semacam ini, sudah sepantasnya Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan kembali norma-norma yang termuat dalam konstitusi kita, UUD 1945. Sudah saatnya Presiden menggunakan wewenangnya untuk memperingatkan para kepala daerah agar tidak membuat peraturan yang mendiskriminasi kelompok minoritas.
Kami, atas nama seluruh mahasiswa Indonesia di Belanda, dengan ini menegaskan keprihatinan kami dengan mengutuk semua peristiwa kekerasan bermotif agama yang telah menimbulkan banyak korban di Tanah Air. Kami juga mendesak seluruh penyelenggara negara agar tidak membuat peraturan diskriminatif yang melanggar prinsip negara hukum.
Selain itu, kami meminta keberanian pemerintah pusat mengambil langkah tegas untuk mendorong proses hukum yang adil atas para pelaku kekerasan berkedok agama dan bertanggung jawab menjamin rasa aman seluruh warga. Para penyelenggara pemerintahan harus bekerja lebih keras mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial seluruh rakyat.
Terakhir, kami menyeru semua jajaran penyelenggara pemerintahan serta kelompok-kelompok masyarakat untuk berperan mendorong kerja sama pengembangan pendidikan pluralitas serta pemartabatan hak asasi manusia. Terima kasih.
Marvianti Hestikartika
Ketua PPI Leiden
Ralat:
Terdapat kesalahan yang mengganggu pada berita berjudul ”Hasil Gemilang di Aljunied” di rubrik Internasional majalah Tempo edisi 16-22 Mei 2011 halaman 109. Foto Sylvia Lim Swee Liam pada boks artikel itu tertukar dengan foto Sekretaris Jenderal Partai Pekerja Low Thia Khiang. Foto Sylvia yang benar ada di bawah ini. Kami mohon maaf atas kesalahan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo