Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Wali Amanat Institut Teknologi Bandung (MWA ITB) Yani Panigoro tidak mempermasalahkan soal rektor impor sepanjang sesuai aturan. Namun, dia enggan menanggapi soal penggajian rektor impor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau rektor asing nggak ada masalah boleh-boleh saja, cuma PP-nya belum menunjang, kudu disesuaikan,” katanya di Gedung Rektorat ITB, Selasa, 6 Agustus 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MWA ITB masih memakai aturan yang berlaku dalam perhelatan pemilihan Rektor ITB periode 2020-2025. Acuannya statuta ITB yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2013 sebagai perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTNBH). Jika membuka lowongan bagi rektor asing sekarang, ujarnya, waktunya sudah mepet.
Menurut Yani, saat ini pendapatan rektor ITB Rp 50 juta per bulan. Ditanya soal take home pay sebesar itu untuk rektor impor, Yani hanya tertawa. “Kalau mau gaji Rp 250 juta bisa jadi direktur utama bank,” katanya.
Namun Yani tidak memungkiri bahwa rektor baru ITB perlu yang bertaraf internasional. “Bisa saja itu warga negara Indonesia,” katanya.
“Orang-orang Indonesia yang bertaraf internasional, kalau tidak ada asing juga ok,” katanya. Dia membandingkan dengan perusahaan yang punya Chief Executive Officer asing. “CEO yang bertaraf internasional bisa memajukan perusahaannya,” kata Yani.
MWA ITB kini tengah menggelar pemilihan Rektor ITB. Pendaftaran untuk umum dibuka sejak 5-31 Agustus 2019. Setelah itu proses seleksi dan pemilihan berlangsung selama dua bulan. “Oktober sudah harus terpilih rektor baru,” kata Yani. Beberapa syarat calon itu seperti berumur kurang dari 60 tahun, punya gelar akademik S3, WNI, dan setia kepada Pancasila dan NKRI.
ANWAR SISWADI