Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jumlah kasus baru Covid-19 di benua Eropa meningkat untuk pertama kalinya dalam 10 minggu belakangan. Laporan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) ini memupus periode yang sempat melambungkan harapan bahwa pandemi akan memudar sejalan dengan meluasnya gelombang vaksinasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Angka kasus infeksi baru melompat sebesar 10 persen sepanjang sepekan ke belakang di seluruh 53 negara anggota Uni Eropa," kata Direktur Kantor Regional WHO di Eropa, Hans Kluge, Kamis 1 Juli 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menunjuk penyebab peningkatan itu adalah campuran antara faktor-fakor mobilitas warga di musim panas yang juga meningkat dan cepatnya penyebaran Covid-19 varian Delta. Ini, kata Kluge, terjadi dalam konteks sebuah situasi yang berevolusi cepat, "dan di sebuah wilayah di mana jutaan orang belum tervaksinasi--meski upaya luar biasa telah ditunjukkan para negara anggota."
WHO mencatat setidaknya 63 persen populasi di Eropa--yang terbentang dari Portugal di sebelah barat sampai Rusia di batas timur--masih menunggu giliran mendapatkan dosis pertama vaksin Covid-19. Per Agustus nanti, WHO memprediksi, Covid-19 varian Delta sangat mungkin mendominasi di sekujur benua itu seiring dengan pembatasan sosial dicabut di banyak negara Eropa.
Varian dengan kemampuan penyebaran paling agresif di antara varian SARS-CoV-2 yang ada saat ini tersebut, "sudah siap menciptakan pemandangan rumah sakit-rumah sakit yang dipenuhi pasien Covid-19," kata Kluge.
Di beberapa wilayah, seperti Inggris, laju vaksinasi yang tinggi telah membantu mencegah angka kematian baru ikut melonjak. Otoritas kesehatan di Inggris mencatat sepanjang Rabu lalu sebanyak lebih dari 26 ribu kasus infeksi positif Covid-19. Itu adalah angka kasus harian tertinggi sepanjang enam bulan ini.
Terakhir kali jumlah kasus harian membubung setinggi itu, angka kematiannya mencapai lebih dari 1.200. Tapi Rabu lalu dicatat hanya 14 kasus kematian. Angkanya bahkan turun dari 23 pada hari sebelumnya. Sebagai catatan, sekitar separuh populasi Inggris kini telah menerima vaksin Covid-19 dosis lengkap.
Namun tetap ada kecaman yang datang untuk Inggris. Menteri Dalam Negeri Jerman Horst Seehofer pada Kamis menyalahkan UEFA karena membiarkan sekitar 40 ribu suporter tim nasional Inggris datang ke Stadion Wembley. Para suporter menonton langsung laga tim tuan rumah melawan Jerman di Piala Eropa 2020 pada awal pekan ini yang berkesudahan kemenangan untuk tim tuan rumah.
Menurut Seehofer, itu menjadi kerumunan terbesar yang pernah terjadi di Inggris sejak pandemi Covid-19 merebak pada awal tahun lalu. "Keputusan membiarkannya jelas sangat tidak bertanggung jawab," kata dia.
Terpisah, Public Health Scotland mengidentifikasi sebanyak dua per tiga dari hampir 2 ribu kasus baru Covid-19 di negara itu terlacak pernah melakukan perjalanan ke London. Mereka adalah suporter tim nasional Skotlandia yang datang memberi dukungan kepada tim kesayangannya itu saat laga melawan Inggris pada 18 Juni 2021.
Sebanyak 397 kasus di antaranya adalah suporter yang menonton pertandingan di dalam Stadion Wembley. Hanya sebagian kecil yang mendatangi lokasi selain Wembley. Sedang sebagian besar diduga berasal dari kerumunan di luar stadion karena tidak kebagian tiket.
Pemerintah Skotlandia memang hanya mengalokasikan 2.600 tiket untuk pertandingan 18 Juni itu karena pembatasan terkait pandemi Covid-19. Tapi, puluhan ribu suporter diyakini telah tetap berangkat ke London.
Kini, WHO meluncurkan sebuah perangkat yang disebut mampu memantau lingkungan pandemi dan pembatasan-pembatasan yang diberlakukan di kota-kota yang menjadi tuan rumah Euro 2020 di pertandingan-pertandingan berikutnya.
Ketika ditanya apakah pesta sepak bola itu berpotensi menjadi pemicu 'superspreader' infeksi Covid-19, Kluge menjawab tak mampu membantahnya. "Saya berharap tidak, tapi sangat keliru untuk tak memperhitungkannya," katanya merujuk kepada kejadian satu orang yang menularkan virus ke banyak orang lain.
NEW SCIENTIST | WASHINGTON POST | BBC