Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa hari terakhir cuaca di Surabaya terasa panas menyengat. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan, suhu udara di ibu kota Provinsi Jawa Timur itu mencapai 33 derajat celcius pada Jumat, 23 September 2022. Peningkatan suhu terus terjadi hingga Senin, 26 September 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Melalui keterangan resminya, Kasi Data dan Informasi BMKG Klas I Juanda, Teguh Tri Susanto, mengungkapkan suhu panas hingga terasa menyengat di Surabaya akhir-akhir ini diakibatkan oleh fenomena ekuinoks. Dalam setahun, fenomena ini hanya terjadi dua kali, yakni Maret dan September. Lantas, seperti apa itu fenomena ekuinoks?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Melansir National Geographic, ekuinoks adalah salah satu fenomena astronomi di mana matahari melintasi garis khatulistiwa. Ketika fenomena ini berlangsung, di luar bagian bumi hampir relatif sama, termasuk wilayah yang berada di subtropis bagian utara maupun selatan. Sedangkan wilayah tropis sekitar ekuator mendapat penyinaran matahari maksimum.
Selain itu, pada periode ekuinoks Maret, belahan bumi utara mengalami titik balik musim semi, dan titik balik musim gugur di belahan bumi selatan. Sementara pada periode ekuinoks September, terjadi musim gugur di belahan bumi utara dan musim semi di selatan. Selama ekuinoks, deklinasi matahari adalah nol derajat.
Deklinasi matahari ringkasnya menggambarkan posisi garis lintang bumi di mana matahari berada tepat di atas kepala pada siang hari. Dengan kata lain, titik subsolar tepat berada di khatulistiwa. Titik subsolar dimengerti sebagai area sinar matahari bersinar tegak lurus dengan permukaan bumi.
Setelah ekuinoks Maret, titik subsolar bermigrasi ke utara saat belahan bumi utara miring ke arah matahari. Sekitar 21 Juni, titik subsolar menyentuh Tropic of Center, yakni 23,5 derajat lintang utara. Ini merupakan titik balik matahari, lalu titik subsolar bermigrasi ke selatan.
Setelah ekuinoks September, titik subsolar terus bergerak ke selatan saat belahan Bumi selatan miring ke arah matahari. Sekitar 21 Desember, titik subsolar menyentuh Tropic of Capricorn, yakni 23,5 derajat lintang selatan.
Menurut Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Mulyono Rahadi Prabowo, fenomena ekuinoks tidak selalu mengakibatkan peningkatan suhu udara secara drastis maupun ekstrim. Fenomena ini bukan bukanlah seperti gelombang panas atau heat wave yang terjadi di Eropa, Afrika, dan Amerika.
"Ekuinoks bukan merupakan fenomena seperti gelombang panas atau heat wave yang terjadi di Eropa, Afrika dan Amerika yang merupakan kejadian peningkatan suhu udara ekstrim di luar kebiasaan dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama," ujar Prabowo dikutip dari situs resmi BMKG.
HARIS SETYAWAN