Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Kisah Jual-Beli Jimat Antibuta pada Gerhana Matahari 1983

Berdasarkan arsip majalah Tempo edisi 11 Juni 1983, ketika

gerhana matahari total melintasi Jawa, ada pihak-pihak yang menjual jimat khusus.

16 Februari 2016 | 14.29 WIB

Gerhana matahari total di Tanjung Kodok, Jawa Timur, 1983. Dok.TEMPO/Ilham Soenharjo
Perbesar
Gerhana matahari total di Tanjung Kodok, Jawa Timur, 1983. Dok.TEMPO/Ilham Soenharjo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kurangnya pemahaman ilmiah atas fenomena gerhana matahari menjadi ajang aji mumpung bagi sebagian orang. Berdasarkan arsip majalah Tempo edisi 11 Juni 1983, ketika gerhana matahari total (GMT) melintasi langit Jawa, ada pihak-pihak yang menjual jimat khusus.

Jimat ini beredar di Madura dan Surabaya, dibanderol Rp 1.000 per buah. “Konon, siapa yang memakainya, bisa melihat GMT dengan mata telanjang,” kata Kepala Dinas Penerangan Daerah Kepolisian X Jawa Timur Letkol Polisi M. Sooleh, seperti tertulis dalam wawancara majalah.

Polisi pun cepat mengambil tindakan dengan menyita jimat tipu-tipu ini. Tak hanya itu, polisi juga menghentikan peredaran buku berjudul Pemandu Wisata Gerhana Matahari Total. Buku seharga Rp 1.500 dengan tebal 27 halaman ini berisi petunjuk teknis tentang apa itu gerhana dan bagaimana cara melihatnya dengan aman. Bagi kepolisian, buku ini bertentangan dengan instruksi yang ada saat itu.

Bagi pemerintah 23 tahun silam, GMT merupakan fenomena alam yang berbahaya. Bila masyarakat terekspos langsung dengan matahari, dapat menimbulkan kebutaan. Karena itu, aparat dikerahkan untuk memastikan tak ada warga yang ke luar rumah untuk menonton gerhana. Pamflet-pamflet yang menyiarkan hal serupa juga diedarkan.

Namun pernyataan ini cepat dibantah Bambang Hidayat, guru besar astronomi di Institut Teknologi Bandung. Ia menyatakan tak setuju dengan anggapan gerhana bisa menyebabkan kebutaan. "Ini adalah larangan yang didasarkan informasi yang keliru," katanya. 

"Soalnya, saat gerhana matahari, tak terjadi radiasi tambahan seperti banyak diduga orang," ujarnya. Bisa dibilang, kebutaan langsung yang disebabkan gerhana matahari total hanya mitos.

Namun, ia mengingatkan, melihat gerhana total sama bahayanya dengan melihat matahari pada keadaan biasa. "Itu memang berbahaya jika dilihat langsung," tuturnya. "Sebab, intensitas cahayanya besar." 

TIM TEMPO


 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ursul florene

ursul florene

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus