Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Analisis intelijen Amerika Serikat menyebut Rusia membeli jutaan mortir dan roket dari Korea Utara. Moskow, yang menghabiskan puluhan ribu mortir per hari dalam invasinya di Ukraina, kelihatannya telah kehabisan stok sehingga harus membeli dari Korea Utara, rezim pemerintahan yang represif. Invasi sudah hampir memasuki bulan ketujuh dan telah berlangsung jauh lebih lama daripada yang pernah dibayangkan Rusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
The Washington Post, mengutip data intelijen AS yang baru saja dibuka, melaporkan kalau Rusia sedang membeli 'jutaan' mortir dan roket jarak pendek dari Korea Utara. Surat kabar itu juga mengutip seorang pejabat AS yang tidak disebutkan namanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Laporan itu tidak menyebutkan secara spesifik persenjataan apa yang dibeli Rusia dari Korea Utara, tapi kemungkinan mortir kaliber 122 mm untuk amunisi meriam (howitzer) swagerak (self-propelled) 2S1 dan mortir 152 mm untuk jenis howitzer yang sama, 2S19 MSTA-S. Model 2S1 tak memiliki pembanding di antara amunisi tentara NATO, tapi yang 2S19 mirip dengan howitzer sel-proplled Paladin M109A7 milik Amerika dan Panzerhaubitze 2000 155 mm dari Jerman.
Strategi perang Rusia yang boros peluru
Doktrin militer Rusia menekankan bombardir artileri berat ke pasukan musuh untuk memampukan manuver, menekan posisi musuh untuk membuka jalan serangan infanteri dan kendaraan berat. Menurut pejabat militer Ukraina, Angkatan Darat Rusia dan tentara sekutunya menembakkan 40-60 ribu roket dan mortir setiap harinya. Itu artinya, selama 201 hari sejak invasi dimulai, sudah sedikitnya 8-12 juta roket dan mortir yang telah dimuntahkan para agresor.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan para jenderalnya awalnya yakin invasi ke Ukraina akan berakhir tiga hari saja sebelum mereka berhasil menguasai Kyiv. Tapi, faktanya, perang telah berlangsung 198 hari lebih lama dengan akhir yang belum jelas.
Rusia memang dikenal memiliki stok amunisi dan persenjataan dalam jumlah luar biasa besar, yang kebanyakan adalah warisan Perang Dingin, tetapi tetap saja 8 juta roket adalah juga jumlah yang sangat besar. Dan Rusia, tak seperti pasukan Barat, juga menggunakan peluru artileri dengan tingkat akurasi lebih rendah sehingga butuh menghujani satu target dengan lebih banyak peluru.
Tank pasukan pro-Rusia berkendara di sepanjang jalan selama konflik Ukraina-Rusia di kota Popasna di Wilayah Luhansk, Ukraina 26 Mei 2022. REUTERS/Alexander Ermochenko
Kenapa Korea Utara?
Sementara, Korea Utara adalah negara dengan militerisasi paling besar di dunia. Meski populasinya tak sampai 26 juta jiwa, negara ini memiliki kekuatan militer terbesar keempat dunia dengan 1,2 juta tentara aktifnya. Artileri adalah bagian penting dari kekuatan persenjataan Tentara Rakyat Korea yang diperkirakan memiliki 5.100 peluncur roket, 4.400 meriam dan 7.500 mortir. KPA dipandang memiliki cukup mortir dan roket untuk menghancurkan Zona Demiliterisasi, bahkan membombardir ibu kota Korea Selatan, Seoul.
Personel militer ambil bagian dalam parade militer malam hari untuk memperingati 90 tahun berdirinya Tentara Revolusioner Rakyat Korea di Pyongyang, Korea Utara, 26 April 2022. KCNA via REUTERS
Korea Utara menggunakan banyak kaliber artileri yang sama dengan Rusia, terutama roket Grad 122 mm dan mortir 152 mm. Keduanya berbeda kaliber dari artileri AS dan NATO yang biasanya menggunakan roket 227 mm dan mortir meriam 155 mm. Korea Utara mengadopsi kaliber Rusia ketika menjadi sekutu di masa Perang Dingin dan membangun cadangan peralatan perangnya dalam Perang Korea kedua (konflik di Zona Demiliterisasi).
Pembelian Rusia ke Korea Utara ini tak hanya menggambarkan kondisi dampak perang yang panjang, tapi juga di sisi lain menunjukkan negara seperti Cina, yang juga memproduksi artileri 152 mm, tidak tertarik mengabaikan sanksi negara Barat dengan membantu Rusia. Di sisi yang lain lagi, suplai roket dan mortir dari Pyongyang akan membuat perang masih belum akan berakhir dan mempersulit pasukan Ukraina untuk menguasai kembali negerinya.
POPULAR MECHANICS