Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MASA daluwarsa Palapa l yang terjamin ialah sampai 1983, 7 tahun
setelah diluncurkan dari Cape Kennedy, Florida (AS). Bagaimana
penggantinya? Pertanyaan ini sekarang belum terjawab, tapi para
pejabat tinggi yang terlibat dalam Sistim Komunikasi Satelit
Domestik (SKSD) jelas sudah merasa terdesak oleh waktu.
Persoalan ialah Palapa II seharusnya bisa diluncurkan tahun 1982
-- setahun lebih dini, karena diperlukan waktu peralihan operasi
dari satelit yang lama ke yang baru. Ancer-ancer waktu setahun
itu juga untuk menjaga kemungkinan terlambatnya pembuatan
satelit baru dan saat peluncurannya. Maka dalam waktu dekat ini
perencanaan untuk memesan Palapa II sudah harus diselesaikan.
Bagi Indonesia, walaupun negara berkembang, bukanlah uang yang
menjadi kesulitan untuk memesannya. Kesulitan rupanya ialah
untuk menetapkan seberapa besar Palapa II yang diperlukan selama
7 tahun berikutnya sampai 1990.
Ketika memesan Palapa I, Indonesia tampaknya belum begitu
menghiraukan soal satelit itu akan terpakai penuh atau tidak,
sebab hal pengadaan SKSD yang lebih diutamakan. Pembangunannya
pun dalam keadaan tergesa-gesa, apalagi persiapan untuk
keperluan pemilu 1977 ikut menjadi pertimbangan.
Palapa I terdiri dari dua satelit, masing-masing memiliki 12
transponder. Segera setelah diluncurkan, pemakaiannya masih
rendah sekali. Praktis satu satelit saja bekerja. Satu lagi yang
menganggur dinyatakan sebagai cadangan. Dari satu yang berfungsi
itu kini pun cuma 7 transponder yang terpakai. Semustinya 10
dari 12 transponder di tiap satelit itu bekerja supaya boleh
disebut terpakai penuh.
Transponder adalah pemancar gelombang mikro. Tiap transponder
mampu melayani 400 sirkuit (800 saluran) telepon dan telex
atau 1 saluran TV berwarna. Dari satelit ke bumi (down link)
tiap transponder memakai frekwensi 4 GHz igaherz) -- sedangkan
sebaliknya, yaitu dari bumi ke atas (up link) digunakan
frekwensi 6 GHz.
Tidak dapat disangkal bahwa adanya Palapa ini telah memperlancar
hubungan antar pulau. Pembicaraan telepon, misalnya, meningkat
ke 3.252.500 tahun 1978 dari 2.256.883 tahun 1977. Siaran TV-RI
pun sudah bisa dilihat di tempat terpencil seperti Irian Jaya,
dan terakhir di propinsi ke-27 (Timor Timur) .
Pemakaiannya cenderung meningkat. Tapi jelas tidak secepat
seperti diharapkan semula. Negara tetangga yang diharapkan
menyewa Palapa, misalnya, baru Pilipina saja -- mulai Januari
lalu -- dengan 1,5 transponder. Padahal Indonesia sudah
menawarkan tarif 25% lebih murah ketimbang negara tetangga
menyewa Intelsat, sistim satelit komunikasi internasional.
Malaysia menyewa Intelsat itu untuk komunikasi domestiknya, tapi
pemerintahan Malaysia -- demikian pula Thailand -- diharapkan
tak lama lagi menjadi langganan Palapa pula.
Sebagai langganan pertama, Pilipina membayar $1 juta per
transponder setahun. Perjanjian sewanya berlaku 5 tahun. Ada
kemungkinan kebutuhan Pilipina akan transponder meningkat dari
tahun ke tahun menjelang 1990, mungkin sampai 4.
Tapi jika Pilipina saja yang berminat, Indonesia -- walaupun
kebutuhannya juga meningkat -- akan memesan 2 satelit yang
berukuran minimal seperti Palapa I saja (total 24 transponder)
untuk peluncuran 1982. Ditjen Postel menaksir Indonesia
membutuhkan 12 transponder sampai tahun 1990. Jika Malaysia dan
Muangthai akhirnya menyewa pula, tentu saja, ukuran satelit yang
lebih besar akan dipesan, dengan memperhitungkan keperluan
cadangan. Tapi jelas bukan dengan cadangan sebesar sekarang,
karena pemakaian efisien tanpa pemborosan investasi yang dituju.
Lebih Murah
Rencana pemesanan untuk 1982 bukan hanya soal ukuran satelit,
melainkan juga hal perlu atau tidaknya ditambah jumlah satelit
bumi, yang kini sebanyak 40. Selain itu, kemajuan teknologi pada
awal 1980-an menjadi bahan pertimbangan pula. Tahun 1976, roket
Thor-Delta 2914 membawa Palapa ke angkasa. National Aeronautical
Space Agency (NASA) di AS sedang berusaha membina jenis
kendaraan peluncur baru. Dinamakan Space Transportation System
(STS) atau Space Shuttle, jenis itu mungkin bisa mulai digunakan
tahun 1981. Sesudah itu NASA mungkin tidak akan memakai lagi
jenis roket. Biayanya dengan STS mungkin akan lebih murah, tapi
masih besar risikonya pada tahuntahun permulaannya -- pada saat
Palapa II harus diluncurkan.
Jika tidak mau ambil risiko, mungkin jenis roket akan tetap
dipilih untuk meluncurkannya. European Space Agency (ESA), suatu
konsorsium kegiatan angkasa luar negara-negara Eropa tahun ini
akan memperkenalkan kendaraan peluncur jenis roket Ariane.
Kemampuannya kira-kira akan sama dengan Atlas Centaur buatan AS.
Mungkinkah Palapa II memakai roket buatan Eropa?
Itu juga termasuk pertanyaan yang belum terjawab. Tapi waktu
makin mendesak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo