Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selepas waktu asar, Luna Dian Setya Avissa berdiri di pendapa Padepokan Lemah Putih, Karanganyar, Jawa Tengah. Tubuhnya terbalut baju terusan warna hitam. Tatapan matanya yang tajam memberi kesan angker. Perlahan-lahan dia memutar tubuhnya searah jarum jam dengan gerakan melenting-lenting. Dia membiarkan rambutnya berkibas bebas tanpa diikat. Demikian juga dengan kedua tangannya, yang selalu terangkat saat melakukan gerakan memutar. Sesekali dia ambruk dan rebah di lantai. Setelah istirahat beberapa menit, mahasiswi Seni Rupa Universitas Sebelas Maret itu mengulangi lagi gerakan tersebut.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo