Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional sedang menyiapkan skema penghapusan pajak bumi dan bangunan (PBB). Skema tersebut nantinya akan dituangkan dalam peraturan presiden.
Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan mengatakan draft aturan tersebut telah disampaikan ke Presiden Joko Widodo untuk mendapat pandangan. Bila disetujui, beleid tersebut selanjutnya akan dibawa ke Kementerian Hukum dan HAM untuk diundangkan. "Kita minta perpres dan akan diberlakukan tahun depan," ujar Ferry dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 6 Mei 2015.
Ferry menyebut penghapusan PBB ini tidak berlaku bagi semua orang, melainkan hanya untuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah, pegawai negeri sipil, TNI, Polri, dan para pensiunan. Sebaliknya, orang-orang yang penghasilannya berlebih, apalagi jika bumi dan bangunan yang ditempatinya memberikan pemasukan, seperti rumah kontrakan dan toko, tetap dikenai pajak. “Kita ubah bukan lagi obyek pajak (bumi dan bangunannya) yang dikejar, tapi pada subyek pajaknya (wajib pajak perorangan maupun perusahaan)," ucapnya.
Hal itu, tutur Ferry, sesuai dengan hasil rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Kepala BPN, serta Sekretaris Kabinet pada 1 April lalu.
Skema keringanan pembayaran PBB sebenarnya sudah diterapkan oleh masing-masing pemerintah daerah. Misalnya, di Jakarta berlaku Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 211 Tahun 2012 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, yang menyebutkan wajib pajak orang pribadi berpenghasilan rendah sehingga kewajiban membayar PBB sulit dipenuhi maka dapat mengajukan keringanan.
PINGIT ARIA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini