Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan utang tetap dikelola secara prudent dan sustainable. Utang, kata dia digunakan sebagai salah satu instrumen penting dalam kebijakan fiskal yang countercyclical.
"Mitigasi risiko utang dilakukan dengan menjaga rasio utang dalam batas terkendali, serta melakukan pendalaman pasar agar cost of fund lebih efisien dan kompetitif," kata dia dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Senin, 31 Mei 2021.
Menurutnya, pemerintah terus mendorong pembiayaan inovatif dengan pengembangan skema KPBU yang lebih masif, penguatan peran SWF dan SMV, serta mendorong efektivitas peran BUMN sebagai agen pembangunan untuk ikut berperan aktif dalam mengakselerasi pencapaian target pembangunan.
Sri Mulyani juga mengatakan kebijakan fiskal 2022 masih tetap ekspansif, namun terarah dan terukur. Pemerintah, kata dia, akan tetap konsisten menjaga keseimbangan antara kemampuan belanja yang
countercyclical dengan risiko fiskal yang harus tetap dijaga.
Sejalan dengan hal tersebut, menurutnya, pemerintah akan melakukan konsolidasi fiskal secara bertahap, di mana defisit akan kembali ke maksimal 3 persen PDB di tahun 2023.
Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan belanja negara pada tahun ini naik Rp 156,5 triliun, adapun anggaran untuk pemulihan ekonomi nasional dipatok Rp 699,43 triliun atau naik lebih dari 20 persen dari tahun lalu. "Defisit tahun ini 5,7 persen menyebabkan utang neto kita akan naik Rp 1.177,4 triliun," ujar dia, Selasa, 4 Mei 2021.
HENDARTYO HANGGI
Baca juga: Sri Mulyani: Utang Neto RI Akan Naik Rp 1.177,4 T di 2021
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini