Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat pada hari ini memanggil jajaran Direksi PT Pertamina (Persero) dan sejumlah anak usahanya untuk mengikuti rapat dengar pendapat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dewan menyoroti pelbagai masalah yang belakangan menimpa perusahaan minyak negara itu, mulai kebakaran kilang hingga kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) solar bersubsidi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami mencatat sejak 2021 ada empat kilang terbakar,” ujar Ketua Komisi VI DPR Faisol Riza di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 28 Maret 2022.
Faisol merinci kebakaran pertama terjadi pada 29 Maret 2021 di Kilang Balongan. Saat itu kebakaran mengakibatkan 20 korban jiwa dan menyebabkan perusahaan merugi Rp 1,25 triliun.
Selanjutnya kebakaran kedua terjadi pada 11 Juni 2021 di Kilang Cilacap. Kebakaran membuat perusahaan pelat merah buntung Rp 225 miliar.
Lima bulan kemudian, pada 13 November 2021, api kembali melalap Kilang Cilacap dengan kerugian menembus US$ 237 miliar. Kerugian terjadi karena 31 ribu kiloliter di tangki minyak Pertamina terimbas kebakaran.
Selanjutnya pada 4 Maret 2022, kilang Pertamina di Kalimantan Timur mengalami kejadian serupa. Dewan, kata Faisol, menyoroti kinerja Pertamina setelah kebakaran berulang kali terjadi.
“Perlu evaluasi mendalam yang berkaitan dengan sistem pengamanan. Selain itu perlu ada koordinasi strategi antar-anak perusahaan Pertamina agar bisa dicegah kebakaran pada masa mendatang,” ucap Faisol.
Selain kebakaran kilang, Komisi VI meminta keterangan perseroan ihwal kelangkaan solar bersubsidi imbas kenaikan harga acuan minyak dunia. Kelangkaan terjadi di beberapa daerah dan membuat sejumlah anggota asosiasi logistik mengancam mogok kerja.
“Kelangkaan sudah diperingatkan dan diingatkan anggota dewan. Ada kemungkinan setelah kelangkaan minyak goreng, yang akan menjadi komoditas politik adalah solar. Pertamina diminta melakukan monitoring agar hal ini bisa tidak terjadi,” kata Faisol.
Tak hanya perihal masalah di sisi hilir, Faisol mengatakan Komisi VI menyoroti keuangan Pertamina, khususnya dari sisi utang-utang pemerintah yang belum dibayar. Total kurang bayar itu mencapai Rp 100 triliun yang akhirnya berimbas kepada kinerja perseroan.
“Ini mungkin salah satunya berkaitan dengan subsidi solar dan beberapa produk Pertamina yang harganya ditahan di bawah harga pasar. Penting untuk membahas mengenai harga komoditas,” ucap Faisol.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.