Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Ekonomi

Berita Tempo Plus

Instrumen Hijau Pasar Modal Indonesia

Pemerintah meminta Bursa Efek Indonesia meluncurkan platform perdagangan karbon untuk menyambut KTT G20 di Indonesia pada tahun depan. OJK akan memberikan disinsentif bagi sektor-sektor ekonomi yang belum "hijau".

17 November 2021 | 00.00 WIB

Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 12 November 2021. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 12 November 2021. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Ringkasan Berita

  • Pemerintah meminta Bursa Efek Indonesia meluncurkan platform perdagangan karbon.

  • OJK akan memberikan disinsentif bagi sektor-sektor ekonomi yang belum 'hijau'.

  • Agenda pengurangan emisi karbon memiliki risiko keuangan yang sangat tinggi.

JAKARTA - Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto meminta Bursa Efek Indonesia (BEI) segera meluncurkan platform perdagangan karbon untuk menyambut momentum presidensi G20 di Indonesia pada 2022. “Dalam masa presidensi (tuan rumah) tahun ini hingga tahun depan, diharapkan carbon trading bisa diluncurkan. Ini menjadi pekerjaan rumah untuk BEI,” kata Airlangga dalam acara CEO Networking, kemarin.

Ia menyatakan pemerintah akan membentuk kesepakatan antara Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menerapkan langkah-langkah pengaturan perdagangan karbon. “Pemerintah terus melakukan koordinasi agar ekonomi terjaga. Saya selanjutnya mengharapkan industri pasar modal juga dapat meningkatkan kontribusinya dan menjaga momentum,” ujar Airlangga.

Perdagangan karbon merupakan mekanisme untuk menekan emisi gas karbon dioksida yang dikeluarkan oleh industri atau negara. Dalam perdagangan karbon, suatu industri atau negara yang memproduksi emisi karbon melebihi ambang batas dapat mengeluarkan emisi tersebut dari wilayahnya. Di sisi lain, negara yang memproduksi emisi di bawah ambang batas bisa menjual sisa hak menghasilkan emisi ke negara atau wilayah lain.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga meminta para pelaku pasar modal memainkan peran yang lebih besar dalam menurunkan emisi karbon. “Isu perubahan iklim akan menjadi isu utama dalam berbagai pembahasan di dunia. Hal itu juga berarti akan mempengaruhi sumber-sumber pendanaan untuk ekonomi hijau,” ucapnya.

Menurut Sri Mulyani, Kementerian Keuangan telah berkomunikasi dengan semua pemangku kepentingan perihal pengembangan nilai karbon yang telah diwujudkan melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon. Perpres itu, ucap Sri Mulyani, akan menjadi landasan bagi Indonesia untuk memulai mekanisme pasar karbon.

“Pelaksanaan perdagangan karbon di Bursa Efek Indonesia harus bisa menjadi platform perdagangan karbon yang kredibel sehingga diakui dunia,” dia menegaskan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus