Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meminta Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) jangan bikin marah emak-emak. “Jangan bikin marah ibu-ibu, bahaya ya. Kalau ibu-ibu marah, segala runtuh,” kata dia di sela membuka High Level Meeting TPID Jawa Barat, di Bandung, Kamis, 5 Maret 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ridwan Kamil menyelipkan pantunnya di sela rapat, masih soal emak-emak. “Pergi ke Braga bersama pacar. Temu kangen sambil bertukar pandang. Mari jaga harga-harga di pasar. Agar tidak diomeli emak-emak Jabar,” kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ridwan Kamil memimpin rapat TPID, organisasi yang dibentuk bersama Bank Indonesia Perwakilan Jawa Barat. Dalam rapat yang di ikuti oleh perwakilan masing-masing kabupaten/kota, dia meminta agar semua bisa bekerja sebagai tim yang kompak untuk menjaga kendali harga.
“Di data saya, inflasi selalu naik di tahun ajaran baru dan menjelang Lebaran. Ini harus disiasati. Artinya. Ada permintaan melonjak yang sering dimanfaatkan,” kata Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil mengatakan, situasi yang nyaris terus berulang setiap tahun tersebut seharusnya bisa diantisipasi. “Harusnya kita punya rentang kendali yang terukur. Ini yang dihasilkan oleh TPID,” kata dia.
Operasi pasar, ujarnya, jangan dijadikan satu-satunya bukan solusi. “Jangan dikit-dikit operasi pasar. Oke lah itu gesture secara media yang publik ingin lihat. Tapi operasi pasar hanya wajahnya saja. Seharusnya aksi nyata itu, di baliknya ada sistem yang canggih,” kata dia.
Ridwan Kamil mengatakan, dengan memobilisasi data yang dimiliki tiap daerah bisa menyiapkan tindakan untuk mengantisipasi lonjakan harga. “Jangan hanya mau dikendalikan kartel-kartel dan pedagang-pedagang,” kata dia
Ridwan Kamil mengaku, hingga saat ini dirinya mengaku belum menemukan cara yang pas dalam untuk memangkas rantai pasok yang membuat perbedaan harga di tingkat produsen dan konsumen yang terlalu lebar. Salah satunya, dengan mendorong perdagangan digital.
Dia mencontohkan, harga beras dari petani sekitar Rp 5 ribu, dan sampai di tangan konsumen Rp 12 ribu. Selisih harga tersebut tidak dinikmati petani. Lewat perdagangan online misalnya, petani seharusnya bisa mendapat harga lebih tinggi, dan konsumen lebih murah. “Pikiran-pikiran saya sebagai gubernur belum terjawab dengan sistem,” kata Ridwan Kamil.
Rantai distribusi, seharusnya bisa dipangkas dengan perdagangan antar daerah yang surplus komoditasnya dengan daerah lain yang membutuhkan. “Contoh warga Kota Bogor kalau tidak salah, beli telur ambil dari Jakarta. Padahal telur Jakarta itu berasal dari Sukabumi,” kata dia. “Biar bisa suplai langsung ini, bagaimana caranya,” kata Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil mengatakan, swasembada produk komoditas juga bisa menjadi solusi untuk menekan inflasi. Potensi swasembada terbuka, misalnya dengan pemanfaatan lahan-lahan nganggur di Jawa Barat. “Swasembada ini dari teorinya, bisa menyelesaikan inflasi. Enak diomongin tapi susah dikerjain,” kata dia.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat, Herawanto mengatakan, inflasi akan berdampak banyak hal. Inflasi yang stabil memudahkan masyarakat melakukan perencanaan keuangan hingga mempertahankan daya beli.
“Berdasarkan analisa data dan kajian yang kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa kendala pasokan di Jawa Barat terutama komoditas pangan strategis dan kebijakan tarif yang diatur oleh pemerintah menjadi faktor utama terhadap laju inflasi Jawa Barat,” kata Herawanto, Kamis, 5 Maret 2020.
BI Jawa Barat mencatat, komoditas yang punya andil tinggi terhadap inflasi di Jawa Barat dalam 5 tahun terakhir adalah rokok, beras, bawang merah, nasi dengan lauk, dan tarif listrik. Inflasi rata-rata Jawa Barat dalam 5 tahun terakhir 3,18 persen. “Masih lebih tinggi dibandingkan rerata nasional sebesar 3,17 persen, year on year,” kata Herawanto.
Herawanto mengatakan, inflasi di Jawa Barat akan berpengaruh pada inflasi di level nasional. “Tahun 2019, bobot inflasi Jawa Barat mencapai 18,51 persen, merupakan kedua yang terbesar, hanya di bawah DKI Jakarta. Oleh karena itu, inflasi Jawa Barat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap inflasi nasional,” kata dia.