Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Tak Hanya Singapura, Ini Negara Asia dan Eropa yang Alami Resesi

Ekonomi Singapura resmi terjerumus ke dalam resesi akibat dampak circuit breaker atau pembatasan sosial terhadap bisnis dan pengeluaran ritel.

16 Juli 2020 | 12.46 WIB

Singapura berada di posisi kedua berdasarkan kecepatan internetnya dunia, mencapai 70,86 Mbps. Data tersebut dikumpulkan situs tersebut sepanjang tahun 2017-2019. REUTERS
Perbesar
Singapura berada di posisi kedua berdasarkan kecepatan internetnya dunia, mencapai 70,86 Mbps. Data tersebut dikumpulkan situs tersebut sepanjang tahun 2017-2019. REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonomi Singapura resmi terjerumus ke dalam resesi akibat dampak circuit breaker atau pembatasan sosial terhadap bisnis dan pengeluaran ritel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis Selasa 14 Juli 2020, Departemen Perdagangan dan Industri Singapura melaporkan produksi domestik bruto (PDB) terkontraksi 41,2 persen pada kuartal II/2020 dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak hanya lebih buruk dari median survei Bloomberg untuk kontraksi sebesar 35,9 persen, capaian tersebut adalah kontraksi terbesar secara kuartalan dalam sejarah pencatatan.

Definisi resesi mengacu pada kontraksi pertumbuhan produk domestik bruto suatu negara dalam dua kuartal berturut turut. Dengan ini, Singapura secara teknis masuk ke dalam resesi setelah mencatatkan kontraksi 3,3 persen pada kuartal I/2020.

Selain Singapura, sejumlah negara di Asia dan Eropa telah lebih dulu masuk ke jurang resesi. Berikut ini daftar negara yang dirangkum Bisnis:

Jepang

Ekonomi Jepang tenggelam ke dalam resesi pada kuartal I/2020 karena konsumen membatasi pengeluaran untuk kebutuhan pokok. Banyak perusahaan kemudian memangkas investasi, produksi, dan perekrutan agar dapat bertahan di tengah pandemi ini.

Kantor Kabinet Jepang melaporkan produk domestik bruto (PDB) terkontraksi 3,4 persen pada kuartal I dibandingkan dengan kuartal sebelumnya karena dimulainya pembatasan aktivitas sosial menekan pengeluaran konsumen dan ekspor.

Kontraksi pada kuartal tersebut menyusul pertumbuhan pada kuartal IV/2019 yang mencapai minus 6,4 persen.

Tak berhenti di sini, sejumlah analis bahkan memperkirakan perekonomian akan terkontraksi 21,5 persen pada kuartal II, terbesar sejak 1955.

Hong Kong

Berdasarkan data Departemen Statistik dan Sensus Hong Kong, ekonomi wilayah ini terkontraksi 8,9 persen pada kuartal awal tahun ini akibat krisis politik dan wabah Covid-19.

Penurunan tersebut bahkan melampui kontraksi ekonomi sebesar 8,3 persen pada kuartal III/1998 dan 7,8 persen pada kuartal I/2009.

Padahal, kedua periode itu mencatatkan kontraksi terbesar secara kuartalan di Hong Kong sejak pemerintah memulai sensus ekonomi.

Tak hanya itu, penurunan ekonomi kali ini juga menandai kontraksi selama tiga kuartal berturut-turut di Hong Kong sejak krisis global pada 2009. Ekonomi Hong Kong terkontraksi masing-masing 3 persen dan 2,8 persen pada kuartal III dan IV tahun 2019.

Jerman

Jerman resmi masuk jurang resesi sejak kuartal I/2020 yang dipicu oleh anjloknya permintaan global, gangguang pasokan, perubahan perilaku konsumen dan ketidakpastian di kalangan investor akibat pandemi virus corona.

Kantor Statistik Federal mencatat perekonomian Jerman terkontraksi 2,2 persen di kuartal I/2020 dibandingkan kuartal sebelumnya. Adapun, pada kuartal IV/2019, ekonomi kontraksi 0,1 persen.

Prancis

Dilansir dari Trading Economics, ekonomi Perancis terkontraksi 5,3 persen pada kuartal I/2020. Prancis memasuki fase resesi teknis setelah pada kuartal IV/2019 mencatat kontraksi sebesar 0,1 persen.

Kontraksi pada kuartal I/2020 merupakan yang terparahkarena wabah Covid-19 memorak-porandakan perekonomian, dengan kegiatan yang tidak penting ditutup sejak pertengahan Maret.

Italia

Italia memasuki resesi pada kuartal I/2020 setelah mencatat kontraksi 5,3 persen dibandingkan pada kuartal sebelumnya. Adapun, pada kuartal IV/2019 Italia mencatat kontraksi 0,3 persen.

Data ini menjadi kontraksi paling buruk sejak 1995 dan lebih rendah dibandingkan dengan ekspektasi pasar sebesar 5 persen.

Italia sangat dirugikan oleh pandemi virus corona selama bulan Maret. Di sisi produksi, kontraksi terlihat di semua industri utama: pertanian, kehutanan dan perikanan, industri dan jasa. Dari sisi permintaan, permintaan domestik dan eksternal berkontribusi negatif terhadap PDB.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus