Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Gunawan Santosa: "Saya Ingin Bertemu Anak Saya"

12 Juli 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

VONIS mati yang diketukkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara bulan lalu tak membuat Gunawan Santosa kehilangan senyum. Sabtu dua pekan silam, saat hendak diwawancarai TEMPO, ia melemparkan senyum ke setiap petugas Penjara Cipinang, Jakarta, yang ditemuinya. Gunawan, yang dinyatakan bersalah karena mengotaki pembunuhan bekas mertuanya, Boedyharto Angsono, tampak tenang dan santai.

Kendati begitu, dari wajahnya yang sudah dioperasi plastik itu terkadang muncul bayang-bayang ketakutan. Saat ditanya di blok mana ia mendekam, Gunawan enggan menjawabnya. "Ini demi keamanan saya," ujarnya setengah berbisik.

Gunawan Santosa lahir di Jakarta, 20 Oktober 1963, sebagai anak kedua pasangan Lukman dan Mulyati. Akrab dipanggil Acin, ia menamatkan pendidikan teknik di University of Houston, Texas, Amerika Serikat. Dia meraih gelar insinyur elektro pada 1987. Di negeri Abang Sam inilah Gunawan mengenal Boedyharto Angsono, bos Grup Asaba, sekitar tahun 1989. Perkenalan ini berlanjut hingga Gunawan kembali ke Tanah Air.

Pada 5 Januari 1991, Gunawan menikahi Alice Angsono, putri Boedyharto, dan dikaruniai dua anak. Gunawan diberi kekuasaan yang cukup besar dengan menakhodai beberapa perusahaan di bawah bendera Asaba Industri. Tapi belakangan kongsi mereka pecah. Guna-wan mulai tidak satu visi dengan mertuanya. Dia lalu dituduh menggelapkan uang perusahaan, dan belakangan ia dilaporkan memelihara hewan langka. Akibat laporan soal penggelapan, Gunawan dihukum dua tahun enam bulan. Selama di dalam sel di Rumah Tahanan Salemba ia mengaku diteror akan dibunuh. Dia lalu dipindahkan ke LP Kuningan, Jawa Barat, dan kemudian kabur pada Januari 2003.

Dalam pelariannya ia berganti wajah dan berubah-ubah nama. Dialah yang kemudian dituduh menjadi dalang pembunuhan Boedyharto di Gelanggang Olahraga Pluit, Jakarta Utara, pada 19 Juli tahun lalu. Sejumlah anggota marinir, antara lain Kopral Dua Suud Rusli, yang biasa mengawal Gunawan, diduga terlibat. Gunawan akhirnya ditangkap sekitar dua bulan kemudian di sebuah rumah kos di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat.

Ketika dalam proses peradilan, Gunawan sempat kabur dari tahanan pada Maret lalu. Dia mengelabui para petugas yang mengawalnya dari Penjara Cipinang menuju pengadilan. Upaya ini gagal karena ia terjatuh saat meloncat dari mobil tahanan dan pingsan.

Kenapa Gunawan nekat kabur? Meng-apa pula ia tega menghabisi bekas mertuanya? Saat diwawancarai TEMPO dua pekan lalu, Gunawan Santosa didampingi pengacaranya Iwan Fahzizi. Terpidana mengenakan kaus panjang putih dengan celana training abu-abu, sambil membawa kertas catatan dan sebuah buku kecil. Petikannya:


Bagaimana perasaan Anda setelah mendapat vonis mati?

Saya mendapat hukuman mati, tapi saya sekarang merasa begitu kuat. Saya tahu kekuatan ini dikasih sama Tuhan. Saya melihat semua fakta di pengadilan diabaikan hakim.

Maksud Anda?

Dari 40 saksi yang dihadirkan, hanya sedikit yang memberatkan. Dua saksi dari marinir, Letnan Dua Sam Acmad Sanusi dan Kopral Dua Suud Rusli, di pengadilan mengatakan mereka ditekan oleh penyidik. Hanya saksi Fauzi Rawie (bekas orang dekat Gunawan) yang bilang saya punya pistol.

Kapan Anda mengenal anggota marinir itu?

Perkenalan saya dengan Suud Rusli terjadi waktu kerusuhan Mei. Sebagai warga keturunan, saya minta tolong ke dia. Pertemanan ini berlanjut sehingga dia sering membantu saya. Kami berkawan.

Bagaimana awal perselisihan dengan mertua Anda?

Begini, setelah SMA saya kan sekolah di Texas. Kembali ke Indonesia saya disambut baik oleh mertua saya. Saya kemudian ikut membantu mengelola beberapa perusahaannya dan jadi direktur di sana. Tapi saya tahu bahwa perusahaan-perusahaan dia itu banyak melakukan kejahatan seperti penggelapan pajak. Dia serakah. Saya tidak bahagia. Pada 1997 saya berkonsultasi dengan istri saya untuk berpisah dengan mertua saya. Istri saya setuju dengan usul itu. Pengunduran diri saya rupanya membuat ia marah.

Kenapa Anda akhirnya dipenjara?

Saya dilaporkan memiliki hewan langka dan melakukan penggelapan uang perusahaan. Karena kasus itu, semua milik saya ludes, termasuk vila saya yang di Cidahu, Jawa Barat, yang total nilainya mencapai Rp 65 miliar.

Setelah Anda dipenjara di Rumah Tahanan Salemba, benarkah Anda sering diteror?

Saya dicoba dibunuh oleh orang-orangnya almarhum Boedyharto Angsono. Saya kemudian diberi alternatif oleh petugas untuk pindah ke LP Kuningan.

Enam bulan setelah saya sampai di sana, tepatnya 27 Desember 2002, saya didatangi seorang tentara berseragam lengkap, bersama ajudannya dan seorang sopir kepercayaan Boedyharto, yaitu Darjan (sopir ini pula yang menemani bosnya saat dieksekusi). Setelah kedatangan mereka, kehidupan saya di LP Kuningan berubah. Awalnya saya bisa tinggal di luar sel, langsung kembali dimasukkan ke sel. Kepala penjara kemudian bilang, saya akan segera dipindah ke Nusakambangan. Baru saya tahu ada rencana membunuh saya dalam perjalanan ke Nusakambangan itu. Padahal waktu itu hukuman saya akan berakhir empat bulan lagi. Pada 15 Januari akhirnya saya kabur.

Bagaimana cara Anda kabur?

Waktu itu saya dapat bisikan untuk segera keluar dari penjara. "Kamu harus kabur untuk menyelamatkan diri," begitu suara itu terus terdengar. Saya datang ke rumah kepala lembaga pemasyarakatan, waktu itu rumahnya dikunci. Saya langsung kabur. Begitu lari, ada angkutan kota dan saya naik, lalu mencari bus menuju Jakarta. (Versi polisi menyebut penjagaan saat itu memang tidak ketat, tetapi Gunawan lari menjebol atap penjara lalu dia melewati tembok dan kabur ke arah perumahan penduduk).

Sesampai di Jakarta, apa yang pertama kali Anda lakukan?

Di Pulo Gadung saya dijemput oleh Suud Rusli. Kemudian ada pikiran untuk mengubah wajah saya dengan mengoperasinya. Saya mengoperasi wajah di Rumah Sakit Tria Dipa milik Dr. Afandi yang buka klinik di Menteng. Karena takut pada anak buah Boedyharto, saya berpikir sekaligus mengubah nama (Gunawan beberapa kali mengubah nama menjadi Indra Amapta, Dustin Bakrie, dan Kevin Martin). Saya terus gonta-ganti KTP karena harganya murah, paling Rp 100 ribu.

Selama pelarian itu, Suud sering membantu Anda?

Enggak juga, karena dia masih aktif di marinir.

Bagaimana proses rencana eksekusi Boedyharto Angsono?

Saya tidak pernah menyuruh membunuh Boedyharto Angsono. Dalam pertemuan dengan Suud Rusli dan Letnan Sam di kos-kosan saya di Jalan Kartini, Jakarta, hanya ada sekali pembicaraan soal penculikan dia. Saya hanya memohon untuk menculiknya. Saya ingin menekan dia untuk mengembalikan harta Rp 65 miliar yang ia rebut kepada saya. Saya minta tolong kepada marinir itu karena Boedyharto itu kan hebat, dia bisa ngelobi aparat hukum.

Polisi juga menuduh Anda mencoba membunuh Paulus Tedjakusuma, Direktur Keuangan Asaba?

Rencana itu sama sekali bukan dari saya. Paulus sendiri yang mengatakan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) bahwa yang mau menembak itu orangnya dua, kecil, umurnya sekitar 25 tahun. Tapi semua (skenario) itu kan diarahkan, seolah Suud yang melakukan semua. Suud itu kan robot.

Robot bagaimana?

Ya, mungkin karena pangkatnya dia. Kalau menurut pada atasan kan namanya loyal, setia sama anggota, disuruh apa pun dia oke. Nah, saat di pengadilan kemarin dia kan sadar dan akhirnya mencabut BAP-nya.

Bagaimana kisah penembakan Boedyharto versi Anda?

Hari itu memang kami berencana mau menculik Boedyharto. Suud bersama rekan-rekannya datang ke tempat kejadian. Tetapi saya tidak kenal dengan dua orang lagi yang dibawa Suud. Ketemu saja belum pernah. Tepat pada waktunya, Suud datang mendekati mobil Boedyharto. Nah, saat mau didekati, ternyata ada seorang bodyguard (Sersan Dua Edy Siyep dari Kopassus) yang ikut menodongkan pistol. Karena Suud seorang tentara, dia keluarkan pistol juga, daripada ditembak mending dia menembak. Karena gugup, dia akhirnya membabi buta dan menembak Boedyharto. (Dalam rekonstruksi terungkap, Gunawan berperan mengendalikan eksekusi. Setelah ia melihat mobil Boedyharto melintas fly over Jalan Jembatan Tiga, ia langsung menghubungi Kopda Suud. Gunawan memberi tahu sasaran baru saja melintas. Ketika mobil itu sampai di GOR Pluit, Suud mendekat ke arah mobil sambil mengokang senjata. Edy Siyep keluar dari pintu kiri mobil, kemudian langsung ditembak Suud. Boedyharto yang berusaha lari akhirnya juga ditembak.)

Anda pernah mencoba kabur dari Salemba selama persidangan kasus ini, bagaimana kisahnya?

Saya tidak kabur. Anda lihat saja apa benar saya tertembak pistol sendiri, kalau arahnya seperti ini (Dia menunjukkan bekas lubang peluru dari pangkal paha yang tembus ke pinggulnya). Arahnya saja enggak mungkin saya tembak sendiri.(Versi polisi, pistol yang dipakai Gunawan diselundupkan melalui kiriman pengeras suara dari orang tua Gunawan dengan bantuan dua orang narapidana. Di tengah jalan Gunawan berusaha kabur dengan memukul seorang penjaga kendaraan tahanan yang tak dikunci. Saat hendak kabur Gunawan terjungkal dan pistol yang dipegangnya meletus menembus pahanya).

Menjelang pengadilan koneksitas untuk mengadili Suud dkk., apa kesaksian Anda nanti?

Apa yang saya bicarakan sekarang sama dengan kesaksian saya nanti. Tidak akan kurang tidak akan lebih.

Apa harapan Anda sekarang ?

Saya ingin bertemu dengan anak saya, tapi kalau istri saya masih emosional, ya jangan bertemu dululah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus