Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kiat Andalan Melipat Kayu

Riau Andalan Pulp dan Indah Kiat dituduh terlibat pembalakan liar. Hutan Riau tersisa 3 juta hektare.

5 Maret 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ASAP masih mengepul dari cerobong pabrik PT Riau Andalan Pulp & Paper, Pangkalan Kerinci, Pelalawan, Riau. Deru alat berat dan aroma bubur kertas yang menusuk hidung merebak dari pabrik yang berjarak 70 kilometer dari Pekanbaru itu. Ribuan mobil hilir-mudik, 15 ribu karyawan di situ tetap bergiat.

Sepintas tak ada yang aneh. Padahal perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki bos Raja Garuda Mas, Sukanto Tanoto, itu sedang dirundung masalah. Polisi menuduh Riau Andalan terlibat pembalakan liar. ”Illegal logging bukan main-main, ini prioritas kami,” kata Brigadir Jenderal Sutjiptadi, Kepala Kepolisian Daerah Riau.

Pada medio Februari lalu, tim gabungan Markas Besar Kepolisian RI dan Polda Riau menyegel lautan kayu di area 20 hektare—dari 1.700 hektare—milik Riau Andalan. Sebelum area ini diberi garis polisi, setiap hari 314 truk menumpuk kayu ke sini hingga membentuk bukit setinggi 10 meter dan lebar 700 meter. Itu baru satu jalur—ada 16 jalur di sini.

Menurut catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau dan Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau (Jikalahari), sebagian kayu itu berasal dari pembalakan liar. Dalam perkara menggerus hutan di Riau, menurut M. Teguh Surya, Deputi Direktur Walhi Riau, bukan hanya Riau Andalan sang biang kerok. Terhisab pula PT Indah Kiat Pulp & Paper, yang berdiri pada 1982. Pabrik kertas milik Sinar Mas Group ini memakai area seluas 1.200 hektare di Tualang, Kabupaten Siak, 60 kilometer di utara Pekanbaru.

Saat Indah Kiat beroperasi, keindahan hutan Riau mulai kacau. Kerusakan bertambah setelah Riau Andalan muncul pada 1989. Apalagi setelah Riau Andalan membangun kanal di dekat Sungai Kampar, yang berakibat keringnya kawasan rawa gambut di sana.

Secara formal, Indah Kiat dan Riau Andalan hanya mengantongi izin hutan tanaman industri masing-masing 700 ribu hektare. Area yang semula berisi kayu alam itu pun disulap menjadi hutan akasia. Menurut catatan Walhi dan Jikalahari, Riau Andalan menggodok 9,1 juta meter kubik kayu untuk menghasilkan 2,02 juta ton bubur kertas per tahun. Indah Kiat, yang berproduksi 1,9 juta ton per tahun, memerlukan kayu 8,92 juta meter kubik.

Ternyata, hasil hutan tanaman industri tak mencukupi kebutuhan dua pabrik bubur kertas itu. ”Itu hanya mampu memasok 30 persen bahan baku,” kata Zulfahmi, Koordinator Jikalahari. Untuk mencukupi kebutuhan produksi itulah dua pabrik pulp ini menggandeng puluhan perusahaan lain. Celakanya, sebagian besar mitra mereka membabat hutan secara serampangan.

Akibatnya, hutan Riau, yang semula 9 juta hektare, kini tersisa hanya 3 juta hektare. Menurut perkiraan Walhi, kerugian negara akibat penjarahan kayu di Riau mencapai Rp 10 triliun pada 2006—dari Rp 34 triliun kerugian negara akibat pencurian kayu di seluruh Indonesia.

Sulit dipercaya bahwa para penegak hukum sama sekali tak mengetahui masalah ini. Tapi, itulah, bahkan masyarakat adat yang bermukim di kawasan hutan ikut tergusur dan tak mendapatkan perhatian. ”Mereka mendapat duit, kami menerima banjir,” kata El Yusril, tokoh masyarakat adat di Pelalawan.

Tersebab persoalan inilah, menurut catatan Walhi, masyarakat adat kerap bentrok dengan perusahaan itu. Sepanjang 2005-2006 tercatat 127 bentrokan. Namun semua kasus ini tak masuk catatan aparat penegak hukum di sana. Akhirnya, masyarakat adatlah yang kalah. ”Nak lawan (hendak melawan) tak kuat,” kata Abdul Jalakhi, warga Kampung Pangkalan Kerinci.

Syukurlah, Kepala Polri Jenderal Sutanto memberi perhatian khusus untuk Riau. Januari lalu, Sutanto sampai mengutus Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Bambang Hendarso Danuri ke Riau untuk mengusut kasus ini.

Sejak itu, truk kayu ditangkapi. Terakhir, pada 19 Januari lalu, polisi menangkap 36 truk bermuatan kayu ilegal. Dari sini penyidik menahan 25 sopir dan dua taukenya.

Kepada penyidik, mereka mengaku membawa kayu ilegal itu ke Riau Andalan. ”Ini semacam jalan masuk saja,” kata Brigjen Sutjiptadi. ”Ini alasan hukum mengapa kami menyegel tumpukan bahan baku pabrik itu.”

Dari sepekan penyegelan, dalam satu tumpukan kayu saja polisi menemukan 1.400 batang log haram. Kayu batangan dari hutan alam ini dicampur kayu chips (akasia). ”Bayangkan berapa puluh ribu batang kayu alam yang berada dalam 17 tumpukan,” kata Sutjiptadi. ”Ini luar biasa dan sangat mengerikan.”

Cerita mirip terjadi pada Indah Kiat. Sejak 20 Januari lalu, polisi menahan empat truk kayu tanpa dokumen di Jalur Lintas Timur, Minas, Riau. Diduga kayu ini dipasok ke Indah Kiat. Hingga pekan lalu, dari dua perusahaan bubur kertas itu polisi menahan 103 tersangka serta menyita 33 ribu batang kayu, 15 ekskavator, 90 unit truk, 17 kapal, satu ponton, dan dua mesin gergaji.

Manajer Hubungan Masyarakat Riau Andalan Nandik Supriyono mengatakan kasus ini diserahkan kepada proses hukum. ”Kendati demikian, pabrik tetap beroperasi,” katanya. Keterangan Indah Kiat senada belaka. ”Kami percaya aparat dan pemerintah akan berbuat yang terbaik,” kata Nazaruddin, Manajer Hubungan Masyarakat Indah Kiat.

Dinas Kehutanan Riau menyatakan mendukung upaya polisi memberantas pembalakan liar itu. Tapi Penjabat Kepala Dinas Kehutanan Riau Sudirno menolak memberi penjelasan tentang keterlibatan aparatnya dalam kasus itu. ”Maaf, saya belum bisa memberikan komentar,” katanya.

Sejak polisi mengusut dua raksasa kayu itu, beragam isu berembus di Riau. Bahkan Sutjiptadi mendengar para tauke kayu sedang merancang demo besar-besaran. Tapi dia tak gentar. ”Meskipun pahit untuk sebagian orang, pembalakan liar harus dihentikan,” katanya.

Nurlis E. Meuko, Jupernalis Samosir (Pekanbaru)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus