Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

KPK Tahan Hakim PN Medan Merry Purba

KPK menahan hakim adhoc tindak pidana korupsi PN Medan Merry Purba yang telah ditetapkan sebagai tersangka suap.

30 Agustus 2018 | 07.22 WIB

Hakim Adhoc Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Medan, Merry Purba tertunduk setelah menjalani pemeriksaan pasca-terjaring operasi tangkap tangan (OTT), di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 29 Agustus 2018. Merry yang keluar dengan berompi tahanan, ditetapkan seabgai tersangka bersama tiga orang lainnya terkait kasus dugaan menerima hadiah atau janji terkain putusan perkara di PN Medan. TEMPO/Imam Sukamto
Perbesar
Hakim Adhoc Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Medan, Merry Purba tertunduk setelah menjalani pemeriksaan pasca-terjaring operasi tangkap tangan (OTT), di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 29 Agustus 2018. Merry yang keluar dengan berompi tahanan, ditetapkan seabgai tersangka bersama tiga orang lainnya terkait kasus dugaan menerima hadiah atau janji terkain putusan perkara di PN Medan. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menahan hakim ad hoc tindak pidana korupsi Pengadilan Negeri Medan Merry Purba yang telah ditetapkan sebagai tersangka suap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, KPK pada Rabu, 28 Agustus 2018 telah resmi menetapkan Merry Purba (MP) sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh hakim PN Medan secara bersama-sama terkait putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

"MP ditahan 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK di belakang gedung Merah Putih KPK Jakarta," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu.

KPK total telah menetapkan empat tersangka yaitu Merry dan panitera pengganti PN Medan Helpandi sebagai pihak penerima. Sedangkan Tamin Sukardi dari swasta, dan Hadi Setiawan dari swasta atau orang kepercayaan Tasmin sebagai pihak pemberi.

Seusai menjalani pemeriksaan, Merry membantah telah menerima suap terkait putusan tersebut.

"Tidak ada, memang tidak ada penerimaan apapun," ucap Merry yang telah mengenakan rompi jingga tahanan KPK itu.

Ia pun menyatakan mengetahui Tamin karena sedang berperkara di PN Medan. Namun, ia tidak mengenal dan juga tidak pernah bertemu Tasmin di luar persidangan, "Tidak, tidak kenal, lewat perkara saja kan waktu sidang saja," kata Merry.

Saat dikonfirmasi apakah ada hakim lain di PN Medan yang menerima suap tersebut, Merry mengatakan tidak mengetahuinya.

"Ya tidak tahu saya, saya pun tidak ngerti penerimaan uang saya tidak ngerti," ucap Merry.

Merry diduga menerima total 280 ribu dolar Singapura (sekitar Rp 3 miliar) terkait putusan perkara tindak pidana korupsi No perkara 33/pid.sus/TPK/2018/PN.Mdn dengan terdakwa Tamin Sukardi yang ditangani Pengadilan Tipikor pada PN Medan.

Tamin Sukardi adalah pemilik PT Erni Putra Terari. Dalam perkara itu, Tamin menjadi terdakwa perkara korupsi lahan bebas hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II.

Tamin menjual 74 hektare dari 126 hektare tanah negara bekas HGU PTPN II kepada PT Agung Cemara Realty (ACR) sebesar Rp 236,2 miliar dan baru dibayar Rp 132,4 miliar.

Dalam putusan yang dibacakan 27 Agustus 2018, Tamin dihukum 6 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar," "Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta Tamin divonis 10 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar," ungkap Ketua KPK Agus Rahardjo saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2018.

Meski divonis dan diwajibkan membayar uang pengganti, namun lahan yang dituntut jaksa untuk dikembalikan kepada negara tetap dikuasai oleh Tamin dan lahan 74 hektare tetap dimiliki PT ACR. Hakim Merry adalah salah satu anggota majelis hakim yang menyatakan "dissenting opinion" dalam vonis tersebut.

Sedangkan ketua majelis hakim adalah hakim Wahyu Prasetyo Wibowo. Ia adalah ketua majelis hakim yang kasusnya belakangan populer dibicarakan yaitu perkara mengenai pengeras suara masjid yang dikategorikan sebagai penodaan agama oleh seorang warga kota Tanjung Balai (Sumut) Meliana.Meliana divonis 18 bulan penjara namun mengajukan banding.

"Sebelum kegiatan tangkap tangan sudah ada pemberian 150 ribu dolar Singapura kepada hakim MP. Pemberian ini merupakan bagian dari total 280 ribu dolar Singapura yang diserahkan TS melalui H orang kepercayaannya pada 24 Agustus 2018 di hotel JW Marriot Medan," tambah Agus.

Total pemberian uang yang terealisasi adalah 280 ribu dolar Singapura dengan 130 ribu ditemukan KPK di tangan H dan 150 ribu dolar Singapura diduga diterima hakim Merry Purba.

"KPK mengingatkan agar kepada tersangka HS (Hadi Setiawan) yang diduga memiliki peran dalam perkara ini agar bersikap kooperatif dan segera menyerahkan diri pada KPK," ucap Agus.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus