Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Mahkamah Rakyat Nyatakan Jokowi Terbukti Langgar Sumpah Presiden RI

Saat membacakan putusan, Majelis Hakim Mahkamah Rakyat Luar Biasa sempat membahas sumpah yang dulu dibaca Jokowi saat pelantikan presiden.

26 Juni 2024 | 11.21 WIB

Majelis hakim People's Tribunal atau Pengadilan Rakyat yang dinamakan Mahkamah Rakyat Luar Biasa di Wisma Makara, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa 25 Juni 2024. Sidang berisikan agenda menggugat Presiden Joko Widodo alias Jokowi atas berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintahannya. Dalam gugatan tersebut, Mahkamah Rakyat Luar Biasa menyebutkan bakal mengadili sembilan dosa atau "Nawadosa" rezim Jokowi selama sepuluh tahun menjabat. TEMPO/Subekti.
Perbesar
Majelis hakim People's Tribunal atau Pengadilan Rakyat yang dinamakan Mahkamah Rakyat Luar Biasa di Wisma Makara, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa 25 Juni 2024. Sidang berisikan agenda menggugat Presiden Joko Widodo alias Jokowi atas berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintahannya. Dalam gugatan tersebut, Mahkamah Rakyat Luar Biasa menyebutkan bakal mengadili sembilan dosa atau "Nawadosa" rezim Jokowi selama sepuluh tahun menjabat. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Rakyat Luar Biasa mengadili pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi dalam sidang yang berlangsung di Wisma Makara Universitas Indonesia atau UI, Depok, Jawa Barat pada Selasa, 26 Juni 2024. Dalam sidang People’s Tribunal atau Pengadilan Rakyat itu, para hakim menyatakan Jokowi telah terbukti melanggar sumpahnya sebagai Presiden Republik Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pernyataan itu disampaikan Asfinawati yang bertugas sebagai Hakim Ketua Mahkamah Rakyat Luar Biasa. Saat membacakan putusan, Asfinawati sempat membahas sumpah yang dulu dibaca Jokowi saat pelantikan presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Demi Allah saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa,” kata Asfinawati menirukan sumpah presiden Republik Indonesia.

Kemudian, Asfinawati menyatakan bahwa Jokowi telah mengingkari sumpahnya itu selama sepuluh tahun menjabat. Pernyataan itu termaktub dalam amar putusan yang dibuat oleh para hakim Mahkamah Rakyat Luar Biasa. “Persidangan hari ini menunjukkan, tak ada keraguan bahwa sumpah tersebut telah dilanggar,” ucap Asfinawati mewakili para hakim yang lain.

Asfinawati lalu membahas hal yang bisa dilakukan rakyat jika kepala negara telah melakukan pelanggaran konstitusi serta mengingkari sumpah jabatannya. Menurut dia, Undang-Undang Dasar atau UUD 1945 dan amandemennya sudah mengantisipasi situasi seperti itu. Yaitu, dengan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya yang diatur dalam Pasal 7A UUD 1945.

Dalam persidangan hari ini, gugatan yang diadili Mahkamah Rakyat disebut sebagai sembilan dosa atau “Nawadosa” rezim Jokowi. Di antaranya soal perampasan ruang hidup, persekusi, korupsi, militerisme dan militerisasi, komersialisasi pendidikan, kejahatan kemanusiaan dan impunitas, eksploitasi sumber daya alam, sistem kerja yang memiskinkan, serta pembajakan legislasi.

Asfinawati dan Majelis Hakim Mahkamah Rakyat Luar Biasa menyatakan Jokowi terbukti bersalah atas setiap poin gugatan tersebut. Putusan itu mereka bacakan kepada kursi kosong yang seharusnya diduduki Jokowi, namun kosong karena kepala negara tidak hadir meski sudah dipanggil.

Sebelumnya, Juru Bicara Mahkamah Rakyat Luar Biasa Edy Kurniawan mengatakan panitia sidang telah melayangkan panggilan kepada Jokowi untuk hadir di pengadilan rakyat tersebut. Surat pemanggilan itu, kata Edy, telah disampaikan secara langsung ke Kantor Sekretariat Negara dan secara daring ke media sosial milik pemerintah.

Namun, Presiden Jokowi sebagai tergugat tidak memenuhi panggilan Mahkamah Rakyat Luar Biasa hingga putusan dibacakan. Baik Jokowi maupun pemerintah tidak mengirimkan wakilnya untuk datang di tengah-tengah sidang rakyat kali ini.

Menanggapi sidang Mahkamah Rakyat, Istana Kepresidenan menilai pengadilan tersebut sebagai kritik yang lazim dalam demokrasi. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan dalam demokrasi yang sehat lumrah terjadi perbedaan pandangan, persepsi, dan penilaian terhadap kinerja pemerintah.

“Yang penting kita saling menghormati perbedaan pandangan yang ada,” kata Ari melalui pesan singkat kepada Tempo pada Selasa malam, 25 Juni 2024.

Diketahui, People’s Tribunal atau Mahkamah Rakyat adalah mekanisme peradilan alternatif yang dikenal dalam sistem demokrasi untuk menyelesaikan masalah hukum. Mahkamah Rakyat merupakan gerakan yang muncul karena ketidakpercayaan masyarakat sipil terhadap kebijakan dan penegakan hukum yang diselenggarakan oleh negara.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus