Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta-Anggota Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ikhsan Abdullah mengakui bahwa MUI telah mengusulkan pasal perzinahan yang diperluas dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP.
"Ini diusulkan MUI karena sesuai dengan nilai-nilai, adat-istiadat, dan agama. Semua agama tidak memperbolehkan perzinahan, apapun bentuknya," kata Ikhsan Abdullah di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 21 September 2019.
Ikhsan menyebutkan pasal perzinahan yang diperluas ialah terkait dengan definisi dari perzinahan itu sendiri. Dia menjelaskan bahwa dalam Pasal 284 KUHP lama, perzinahan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan oleh orang yang telah bersuami atau beristri dengan orang yang bukan pasangannya di luar pernikahan.
"Ini kan artinya kalau zina itu dilakukan oleh anak muda yang belum menikah dalam konteks suka sama suka, dia nggak kena pasal perzinahan itu. Yang kumpul kebo pun tiap hari melakukan hubungan sebadan juga nggak kena," kata Ikhsan.
Ikhsan menyebutkan bahwa definisi zina di Pasal 284 KUHP lama tidak sesuai dengan budaya Indonesia. "Karena di Pasal 284 KUHP lama nilai-nilainya masih bersifat kolonial, individualis, dan liberal," kata dia.
Ikhsan melanjutkan, di dalam RKUHP yang saat ini, definisi perzinahan telah diperluas menjadi perbuatan bersetubuh antara laki-laki dan perempuan di luar pernihakan. "Artinya, ketika laki-laki dan perempuan tidak menikah kemudian melakukan hubungan persetubuhan, ya, itu masuk ke dalam kriteria perzinahan. Termasuk kumpul kebo dan samen leven," kata dia.
Pasal perzinahan ini banyak disoroti oleh masyarakat, termasuk oleh Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Menurut Ketua Umum YLBHI Asfinawati, hukum pidana itu seharusnya tidak menyasar moralitas individual seseorang.
"Hukum pidana tidak bisa masuk ke ruang-ruang privat warga negara karena akan menimbulkan chaos. Nantinya orang bisa dengan mudah melaporkan orang lainnya dan ini bukan sesuatu yang sehat buat bangsa Indonesia," kata dia.
GALUH PUTRI RIYANTO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini