Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasubdit Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Kementerian Agama Mujib Roni mengakui ada kelemahan dalam memverifikasi data calon jemaah. Kelonggaran ini menjadi celah dugaan penipuan yang dilakukan travel umrah PT Naila Syafaah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mujib menuturkan Kementerian Agama hanya memverifikasi beberapa identitas calon jemaah umrah sebagai sampel. “Kami tidak sepenuhnya bisa melakukan verifikasi karena apa? bandara-bandara keberangkatan itu cukup banyak,” ucap dia di Polda Metro Jaya, Kamis, 30 Maret 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mujib menjelaskan selama ini Kementerian Agama tidak bisa memastikan keberangkatan jemaah umrah satu persatu. “Biasanya kami hanya menguji sampel dari 50 jemaah yang berangkat kami hanya random antara 2 sampai 10 jemaah saja,” katanya.
Kepala Subdirektorat Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Joko Dwi Harsono mengatakan pemilik agen travel umrah PT Naila Syafaah Wisata Mandiri berbuat curang dengan menggunakan kode batang (barcode) bekas untuk keberangkatan jemaah umrah.
Barcode bekas berisi identitas diri jemaah umrah yang diberangkatkan pada 2022 kemudian digunakan lagi untuk jemaah umrah yang ditelantarkan pada 2023.
Sebelum berangkat, pihak travel mendaftarkan data diri jemaah ke laman Sistem Komputerisasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji Khusus (Siskopatuh) Kementerian Agama di siskopatuh.kemenag.go.id. Namun, dalam dalam kasus ini agen tidak mendaftarkan jemaah umrah baru ke laman tersebut melainkan menggunakan data jemaah lama.
Penggunaan barcode yang tidak sesuai berujung pada jemaah yang terlunta-lunta di Arab Saudi karena identitas mereka tidak terbaca. Selain itu, agen tidak memberikan tiket pulang.
Joko menilai yang dilakukan biro travel PT. Naila Syafaah Wisata Mandiri berbahaya karena berdampak pada tidak dikenalinya jemaah jika terjadi apa-apa di Arab Saudi. “Dampaknya apabila hilang saat umrah. Pihak Kemenag sulit untuk menemukan jemaah dan sulit untuk memulangkannya,” ucap dia.
Mujib menduga PT Naila Syafaah bisa lolos dari pengawasan karena tidak semua data jemaah dipalsukan.
Berawal dari laporan Kementerian Agama
Kasus ini terungkap ketika polisi mendapat laporan dari Kementerian Agama (Kemenag) setelah mereka mendapat informasi soal jemaah umrah yang tak bisa pulang ke Indonesia.
Korban mengadu Konsulat Jenderal (Konjen) di Arab Saudi. Dari situ, aduan kemudian disampaikan ke Kemenag dan akhirnya sampai ke pihak kepolisian.
Berdasarkan dokumen yang diterima, korban terlantar bernama Abdus dan 63 orang lainnya dijadwalkan pulang ke Indonesia pada 18 September 2022 sekitar pukul 17.50 waktu Arab Saudi.
Mereka telah tiba di Bandara Arab Saudi sekitar pukul 15.00 waktu setempat, namun batal dipulangkan dengan alasan visa yang bermasalah.
Puluhan jemaah Umrah itu dibawa ke Hotel Prima dan diinapkan selama tiga hari. Setelah itu, mereka dipindahkan ke Hotel Pakons Prime hingga waktu pemulangan pada 29 September 2022.
Dari total 64 jemaah, tak semuanya bisa dipulangkan. Sebanyak 16 jemaah masih harus menunggu. Kejadian itu membuat jemaah luntang-lantung selama sembilan hari di Makkah tanpa ada kabar dari travel umrah yang bertanggung jawab.
Atas kejadian itu, polisi menangkap tiga tersangka. Selain pasutri Mahfudz Abdulah-Halijah Amin, Direktur Utama PT Naila Syafaah Wisata Mandiri Hermansyah juga menjadi tersangka kasus penipuan ini.
Ketiganya dikenakan Pasal 126 juncto Pasal 119 A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah sebagaimana diubah dalam Pasal 126 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.