Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Kemenkopolhukam melanjutkan rapat penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) revisi Undang-undang TNI Nomor 34 Tahun 2002 atau RUU TNI. Penyusunan DIM di Kemenkopolhukam ini diperintahkan oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi, sebelum diserahkan dan dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Adapun DPR telah menyetujui revisi UU TNI menjadi inisiatif DPR. Namun, pembahasan antara pemerintah dan dewan soal ini belum dimulai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam tabel penyusunan DIM ini, hanya ada dua pasal draf RUU TNI yang dibahas. Pertama, Pasal 47 RUU TNI tentang perluasan wewenang prajurit aktif dapat menduduki jabatan di kementerian atau lembaga.
Ketentuan Pasal 47 draf RUU TNI itu menyatakan, bahwa prajurit aktif dapat menduduki jabatan tertentu pada kementerian atau lembaga yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif berdasarkan kebijakan presiden.
Berdasarkan UU TNI yang berlaku sekarang, prajurit aktif hanya boleh ditempatkan di sepuluh kementerian dan lembaga. Termasuk di antaranya di Kemenkopolhukam, Kementerian Pertahanan, Badan Intelijen Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, serta Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional.
Pasal kedua yang dibahas di penyusunan DIM RUU TNI ini ialah Pasal 53 tentang perpanjangan usia pensiun personel TNI pada pangkat tertentu. Ketentuannya, prajurit dapat melakukan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 60 tahun bagi perwira dan paling tinggi 58 tahun bagi bintara dan tamtama.
Khusus untuk jabatan fungsional, prajurit dapat melakukan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 65 tahun. Khusus untuk perwira tinggi bintang empat, prajurit dapat diperpanjang masa dinas keprajuritannya maksimal dua kali.
Dalam penyusunan DIM pada 17 Juli lalu, tidak ada usulan perubahan pasal 39 huruf C UU TNI. Beleid itu menyatakan bahwa prajurit TNI dilarang untuk berbisnis.
Sebelumnya, usulan penghapusan Pasal 39 huruf C tentang larangan berbisnis bagi prajurit TNI itu muncul di tengah-tengah penolakan masyarakat terhadap RUU TNI, ihwal perpanjangan masa jabatan dan perluasan wewenang militer di jabatan sipil.
Wacana penghapusan larangan berbisnis bagi TNI ini pertama kali muncul melalui surat dari Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto. Usulan ini disampaikan Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksda Kresno Buntoro dalam Dengar Pendapat Publik RUU TNI pada 11 Juli lalu.
Sejumlah pejabat publik turut bersuara atas usulan penghapusan larangan berbisnis untuk prajurit TNI tersebut.
Kepala Staf Presiden atau KSP Moeldoko menyatakan tidak setuju prajurit TNI diperbolehkan berbisnis. Menurut dia, TNI harus profesional. "Berarti, mana urusan kerjaannya? TNI profesional. Jangan bergeser dari itu," kata Jenderal TNI Purnawirawan itu, Senin, 22 Juli 2024.
Moeldoko mempertanyakan ulang konsep TNI berbisnis itu dalam bentuk yang seperti apa. Dulu, ujarnya, anggota TNI aktif yang memiliki yayasan cenderung digunakan untuk alat bisnis.
Ia tidak mau kejadian seperti dulu terulang lagi, apabila RUU TNI ini disahkan. (Sekarang) tidak ada lagi di TNI," ucapnya.
Pendapat berbeda datang dari Kepala Staf TNI Angkatan Darat atau KSAD, Jenderal Maruli Simanjuntak. Dia menyatakan setuju dengan usulan prajurit TNI boleh berbisnis.
Maruli mengatakan, bahwa saat ini ada sejumlah anggota TNI yang membutuhkan pendapatan sampingan. Bahkan, katanya, ada prajurit TNI yang juga mencari pemasukan dengan menjadi sopir ojek online atau ojol.
Maruli menyinggung soal kebutuhan ekonomi para prajurit militer. Menurut dia, kebutuhan prajurit TNI saat ini tidak sedikit. Salah satunya ialah kebutuhan biaya pendidikan untuk anak-anak.
Karena faktor ekonomi dan kebutuhan itu, Maruli menilai larangan berbisnis bagi prajurit TNI semestinya dihapuskan. Namun, ia mengimbau agar prajurit TNI tetap wajib mengikuti apel pagi dan petang secara rutin. "Yang penting hadir (bertugas)," ujarnya di Mabes TNI, Cilangkap, Senin, 22 Juli 2024, seperti dilansir dari Antara.
ANTARA | DANIEL A. FAJRI