Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Surabaya - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jawa Timur menggerebek tempat pengolahan logam berat merkuri ilegal di Dusun Krajan, Kecamatan Kenduruan, Kabupaten Tuban. Polisi menangkap seorang tersangka serta menyita 1,7 ton merkuri sebagai barang bukti.
"Kami gerebek karena ilegal," kata Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Machfud Arifin saat rilis di Mapolda Jawa Timur, Senin, 2 Oktober 2017. Macfud mengatakan Unit II Subdit IV Tindak Pidana Tertentu Ditreskrimsus menggerebek tempat itu pada Minggu, 24 September 2017.
Baca: Cegah Pemakaian Merkuri, Ini Upaya Pemerintah Bina Tambang Rakyat
Dari penggerebekan itu, polisi menciduk lima pekerja dan seorang pemilik berinisial S, 57 tahun, Warga Batu Merah Atas, Kelurahan Batu Merah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Provinsi Maluku. Polisi menetapkan S sebagai tersangka tunggal. Sedangkan lima pekerja hanya ditetapkan sebagai saksi.
Menurut Machfud, untuk menghasilkan merkuri, tersangka mendatangkan 9,7 ton batu cinnabar sebagai bahan baku utama dari lokasi penambangan ilegal di Desa Lhaluhu, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Barat, Provinsi Maluku. Batu tersebut dikirim ke Tuban melalui jalur laut.
Batu cinnabar, kata dia, dibakar bersama campuran batu gamping dan serbuk besi untuk menghasilkan merkuri. "Tuban dipilih karena bahan baku batu kapar di sana sangat melimpah," ujarnya. Selanjutnya, dia menambahkan, merkuri yang sudah jadi dikirim ke sejumlah daerah pertambangan emas tradisional di luar Jawa.
Baca juga: Pakai Merkuri, Tambang Emas Ilegal Gunung Botak Distop Selamanya
Kepada wartawan, tersangka mengaku tempat pengolahan miliknya baru beroperasi tiga bulan. Dari bisnis ini, dia mendapat untung dua kali lipat dengan modal awal Rp 600 juta.
Ia menuturkan mengetahui proses pembuatan merkuri saat bekerja di Sukabumi. "Baru sekali," ucapnya.
Tersangka dijerat Pasal 161, Pasal 37, Pasal 40 ayat (3) dan (2), Pasal 48, 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1), 81 ayat (2), Pasal 103 ayat (2), dan Pasal 104 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dengan pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda Rp 10 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini