Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK mengatakan telah memblokir rekening mantan Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono terkait kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan PPATK telah memblokir rekening Andhi Pramono sejak proses analisis keuangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“"Terkait kasus tersebut. Kami sudah bekukan sejak awal proses analisis," kata Ivan saat dihubungi, Jumat, 19 Mei 2023.
Sementara itu, Humas PPATK M. Natsir Kongah mengatakan PPATK telah menyerahkan Laporan Hasil Analisis (LHA) rekening Andhi Pramono kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
“LHA sudah diserahkan ke penyidik,” kata Natsir saat dihubungi.
Namun PPATK tidak mengungkap berapa besaran nilai transaksi rekening Andhi Pramono yang dibekukan.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Andhi Pramono sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi di tubuh Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.
"Dengan ditemukannya dugaan peristiwa pidana terkait penerimaan gratifikasi dan diperkuat pula dengan adanya kecukupan alat bukti sehingga KPK meningkatkan perkara dimaksud ke tahap penyidikan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri pada Senin 15 Mei 2023.
KPK juga melakukan penggeledahan terhadap rumah Andhi Pramono. Ali menjelaskan dari upaya paksa tersebut, penyidik berhasil mengamankan sejumlah barang bukti.
"Lokasi dimaksud berada di Perumahan Legenda Wisata Cibubur, Gunung Putri, Bogor," ujar dia.
Adapun Pelaksana tugas Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan KPK menduga ada manipulasi biaya bea yang dilakukan oleh Andhi Pramono.
"Bea Cukai kan memang salah satunya ada di situ ya, kan namanya bidang tugasnya. Jadi di ekspor, impor, kemudian ada bea yang dipungut atas ekspor dan impor itu," ujar Asep pada Selasa, 16 Mei 2023.
Asep menerangkan dengan kewenangan yang dimiliki, Andhi Pramono diduga dapat mengatur biaya bea yang wajib dibayarkan oleh perusahaan. Jadi, kata dia, sebuah perusahaan yang wajib membayar biaya bea senilai 10, dapat dikurangi biaya kewajibannya menjadi senilai 4.
"Jadi mana yang misalkan beanya ternyata yang harusnya 10, kemudian dengan berbagai macam cara ternyata beanya bisa menjadi 5 atau menjadi 4 gitu. Seperti itu, di situ modus operandinya," ujar dia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Asep menuturkan KPK telah memanggil sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor impor. Ia menjelaskan pemanggilan tersebut dilakukan untuk menggali keterangan perihal kasus Andhi Pramono tersebut.
EKA YUDHA SAPUTRA | MIRZA BAGASKARA