Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tembakan Maut Brigadir Pendiam

Seorang polisi menembak atasannya hingga tewas. Mutasi dan kekecewaan jadi sumber masalah.

19 Maret 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Garis polisi masih membentang di pintu ruang kerja Wakil Kepala Kepolisian Wilayah Kota Besar Semarang, Jawa Tengah, Jumat pekan lalu. Ada lubang bekas peluru di kaca jendela. Pecahan beling dibiarkan berserakan di lantai dua gedung bertingkat tiga itu.

Sejumlah provost menjaga tangga menuju ruang yang berdarah-darah itu. ”Untuk sementara tidak menerima tamu,” kata polisi jaga. Sejumlah polisi yang biasanya ramah kini bermuka kaku dan muram.

Suasana kantor polisi di Jalan Dr. Sutomo ini sedang dirundung duka ka-rena insiden gawat baru terjadi. Wakil Kepala Polwiltabes Semarang, Ajun Komisaris Besar Liliek Purwanto, 45 tahun, tewas di ujung bedil anak buahnya sendiri, Brigadir Satu Martinus Hance Kristianto, 32 tahun, Rabu pekan lalu.

Peristiwa itu terjadi pada pagi hari. Waktu itu, Hance, seusai apel pagi menuju ruang kerjanya di lantai tiga. Tak berapa lama, dia turun. Di lantai dua dia bersua dengan Ajun Inspektur Satu Titik Sumaryati, staf administrasi pelayanan Polwiltabes. Dia disodori surat mutasi ke Polres Kendal yang diteken Kepala Polwiltabes, Komisaris Besar Guritno Sigit Wiratno.

Hance tak terima. Karena Guritno sedang berada di markas Polda Jawa Tengah, Hance minta menghadap Liliek. Titik bergidik melihat anggota provost itu mengeluarkan pistol. Bahkan Hance juga menarik tangan Ajun Komisaris Indraningrum, Kepala Unit Bina Mitra Polwiltabes. Keduanya ditodong.

Saat itu, Liliek belum berada dalam ruangannya. Hance melampiaskan kemarahannya dengan menembak foto Kepala Polri Jenderal Sutanto dan foto Kepala Polda Jawa Tengah Inspektur Jenderal Doddy Sumantyawan. Sofa dalam ruangan juga jadi sasaran peluru. Ada enam tembakan. Pistol yang kosong diisi peluru lagi.

Mendengar keributan, Liliek buru-buru menuju ruangannya. Dia melerai. Indraningrum meloloskan diri. Sambil memegang Titik, Hance menodong Liliek. Dia minta surat mutasinya dicabut. Liliek menolak. Pistol menyalak dua kali. Perwira jebolan Akademi Kepolisian 1986 itu tersungkur. Hance masih menarik pelatuk senjatanya. Empat peluru lagi menerpa tubuh Liliek.

Sejumlah anggota Brimob mengepung ruangan itu. Salah seorang berteriak agar Hance menyerah, tapi dia tak menghiraukan. Tiga letusan M-16 menghempaskan Hance ke lantai. Satu tepat di kepalanya, dua di badannya. Titik histeris dan pingsan. Liliek, Hance, dan Titik lalu diangkut ke Rumah Sakit Bhayangkara, Semarang.

l l l

KARANGAN bunga duka cita berderet di depan rumah dinas yang ditempati Liliek di Jalan Bukit Cengkeh, Bukit Sari, Semarang. Pengirimnya mulai dari pejabat lokal hingga Kepala Polri. Jenazah Liliek dimakamkan dengan upacara militer di Pemakaman Prajurit Bergota, Semarang, Rabu sore pekan lalu.

Liliek meninggalkan seorang istri, Ratih Lukita Ningrum, dan tiga anak. Semasa hidupnya, putra kelahiran Semarang ini dikenal aktif di tengah masyarakat. Dia adalah manajer Tim Bola Voli Semarang.

Putra pertama pasangan Mangun dan Sayekti ini adalah lulusan Akademi Kepolisian 1986. Dia mengawali kariernya sebagai perwira pertama di Polda Sulawesi Tenggara pada 1986. Ratih belum mau bercerita banyak tentang suaminya.

Karier Liliek cemerlang. Dua kali menjadi Kepala Polres, yaitu di Kebumen pada 2003. Dua tahun kemudian dia memimpin di Klaten. Dia menduduki jabatan barunya sebagai Wakil Kepala Polwiltabes Semarang sejak September 2006.

Pejabat tinggi kepolisian menilai dalam kasus itu Liliek berada pada posisi yang benar. ”Hance tak menerima dimutasi, padahal polisi tak boleh menolak tugas. Apalagi ini mutasi biasa,” kata Doddy Sumantyawan, Kapolda Jawa Tengah. Doddy mengakui ada beberapa penyebab Hance keberatan, tapi dia menolak menjelaskannya. ”Sedang kami teliti,” katanya.

Menurut sumber Tempo, Hance beberapa kali menjalani sidang etik dan disiplin organisasi karena berbuat onar di tempat hiburan malam. ”Dia juga diperiksa dalam sebuah kasus penipuan calon karyawan PT Telkom,” kata sumber itu.

Kepala Unit Bunuh Culik Reskrim Polwiltabes Semarang, Ajun Komisaris Polisi Zamzuri, mengakui pernah menjadi komandan Hance semasa bertugas di Unit Kejahatan dan Kekerasan pada 2005. ”Dia kerap mangkir kerja,” katanya. Menurut Zamzuri, Hance jarang masuk kerja dengan alasan tidak menyukai bidang reserse dan ingin pindah lagi ke provost. ”Dia bilang biar lebih tenang,” katanya.

l l l

TAK ada rangkaian kembang duka cita di kediaman Hance di Asrama Polisi Kabluk, Gayemsari, Semarang Timur. Pada Rabu pekan lalu itu, seusai misa, jenazah Hance dikebumikan di Taman Pemakaman Umum Kedungmundu, Semarang. Tak ada pejabat kepolisian yang datang, juga tanpa upacara kemiliteran.

Helene, kakak kandung Hance, mengatakan, seluruh keluarga Hance sangat terpukul dengan tragedi kematian putra kedua Kombes (purnawirawan) Widiyanto itu. ”Kendati demikian, kami sudah menerimanya,” kata Helena.

Hance lahir di Manado pada 17 Desember 1975. Dia resmi menjadi polisi pada 1996 dan ditempatkan di Sabhara Polda Jawa Tengah. Hance sempat dipindah-pindah tugas, pernah menjadi reserse dan polisi lalu lintas. Terakhir ditempatkan di provost Polwiltabes Semarang. Di mata tetangga, Hance adalah anak baik dan pendiam. ”Tak pernah berbuat onar,” kata Samsul Amien, te-tangga Hance di Asrama Polisi Kabluk.

Sumber Tempo di kepolisian mengatakan, Hance mengamuk bukan tanpa sebab. Yang jelas, katanya, ada kekecewaan di hatinya melihat sikap atasan yang sewenang-wenang. ”Bawahan dilarang membantah. Jika melanggar akan ditampar,” katanya.

Sebaliknya, menurut sumber Tempo itu, atasan juga tak memperhatikan nasib prajurit bintara. Sebagai contoh, Hance yang sudah 10 tahun mengabdi masih saja berpangkat briptu; mestinya dia sudah bripka. ”Teman-teman di jajaran bawah menganggap Hance satria,” katanya.

Menyangkut mutasi, sumber Tempo itu bilang bahwa Hance sudah memohon agar tidak dimutasi pada atasannya, sebab istrinya, Ernestin Vindriani, sedang hamil tiga bulan. Apalagi Wiwin—sapaan akrab istri Hance—masih bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Telogorejo, Semarang. Masalahnya, jika istrinya ikut pindah, maka ia akan menganggur dan itu mengganggu keuangan keluarga.

Sumber Tempo yang juga polisi itu menduga Hance tak mau menyetor ke atasannya. ”Jika Hance mau bayar, maka dia tidak akan dimutasi. Jadi, mutasi ini berdasarkan suka dan tidak suka,” katanya. Apa komentar Kapolda Jawa Tengah mendengar cerita ini? Irjen Doddy hanya tertawa.

Nurlis E. Meuko, Imron Rosyid (Semarang), Rofiudin (Kendal)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus