Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tersebab Peluru Revolver 38

Korban salah tembak polisi mendapatkan uang ganti rugi. Ia lumpuh permanen hingga harus menjadi pengemis.

8 November 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah tiga tahun lebih menanti, Iwan Mulyadi akhirnya menerima ganti rugi sebagai korban salah tembak salah satu anggota Kepolisian Sektor Kinali, Pasaman Barat, Sumatera Barat. Peristiwa nahas itu terjadi 12 tahun silam. Kepala Polsek Kinali Ajun Komisaris Syaiful Zubir yang membawanya bertemu dengan Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat Inspektur Jenderal Fakhrizal guna menerima ganti rugi Rp 300 juta pada Selasa pekan lalu.

Duduk di kursi roda serta mengenakan baju batik dan kain sarung, Iwan tampak beberapa kali menyeka air mata tak lama setelah menerima ganti rugi di kantor Polda Sumatera Barat. Pengacara Iwan dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia, Wengky Purwanto, turut menyaksikan penyerahan dana tersebut. Iwan juga mengajak sang ayah, Iwan Nazar. ”Saya tak pernah menyangka kalau akhirnya dana ganti rugi ini turun juga,” ujarnya setelah menerima dana tersebut.

Sejak dinyatakan sebagai korban salah tembak oleh putusan Mahkamah Agung, Iwan mengatakan sudah mengadu ke pelbagai lembaga untuk mendapatkan haknya. Melalui putusan peninjauan kembali, Mahkamah Agung menyatakan Iwan tak bersalah dan menjadi korban salah tembak polisi. Majelis hakim agung dalam putusannya meminta Kepolisian membayar ganti rugi untuk Iwan pada akhir 2015. Tapi ganti rugi itu tak kunjung diterimanya kendati pria 28 tahun tersebut sudah mengadu ke Istana Negara dan Markas Besar Kepolisian RI.

Inspektur Jenderal Fakhrizal membenarkan ada keterlambatan ganti rugi terhadap Iwan. Bahkan dana ganti rugi sebenarnya masih menunggu anggaran perubahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran 2018 Polda Sumatera Barat. Tapi Fakhrizal tak mau menunda lagi pembayaran itu menggunakan dana dari alokasi lain. ”Langsung saya serahkan uang ganti rugi kepada Iwan,” ucapnya.

Setelah menerima duit tersebut, Iwan langsung kembali ke kampung halamannya di Jorong Bandua Balai Nagari, Kinali, Pasaman Barat. Ia berencana memanfaatkan dana itu untuk membeli kebun sawit di sekitar rumah orang tuanya. Jika masih ada kelebihan dana, menurut Iwan, sisanya akan dibelanjakan untuk membeli sejumlah kambing. ”Saya ingin beternak,” katanya.

Akibat peluru revolver Colt 38 bermerek Taurus di rusuk sebelah kiri dan menembus ke bawah bagian ketiak, Iwan lumpuh permanen dari pinggang hingga kedua kakinya. Iwan, yang ketika itu berusia 16 tahun, tak bisa melanjutkan pendidikan di kelas III sekolah menengah pertama di Kinali. Sejak itu kehidupannya menjadi kelam. Iwan, misalnya, pernah merantau ke Riau selama sembilan bulan untuk mengemis agar bisa membantu keuangan orang tuanya, yang hanya buruh di kebun sawit. ”Sehari kadang dapat Rp 200 ribu, kadang juga bisa dapat Rp 300 ribu,” ujarnya.

Kasus ini bermula ketika Kepolisian Sektor Kinali menerima laporan tindak pidana perusakan rumah di wilayah itu dengan terlapor Iwan pada 29 Januari 2006. Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Kinali Brigadir Satu Nofrizal lantas mendatangi lokasi di Sasok Rimbo Gadang Durian Sabuik, Kapundung, Tanjung Medan, Pasaman Barat.

Setiba di lokasi, Nofrizal langsung mengeluarkan pistol dan menembak rusuk sebelah kiri Iwan. Belakangan, menurut pengadilan, penembakan ini tidak sesuai dengan prosedur karena jenis senjata yang digunakan adalah revolver Colt 38 Taurus XK 253941. Akibat penembakan itu, Iwan sama sekali tak bisa berjalan. Kasus ini lalu diusut kepolisian. Brigadir Satu Nofrizal akhirnya dihukum 1 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Lubuk Sikaping pada 4 Desember 2006.

Keluarga Iwan menilai jalur pidana tak cukup karena anaknya sudah mengalami kerugian besar dalam kasus itu. Menurut Wengky Purwanto, penembakan telah menyebabkan kerugian materi dan imateril terhadap Iwan, yaitu kelumpuhan permanen, kerusakan mental dan fisik, kehilangan pekerjaan, serta kehilangan pendidikan. Iwan juga mengalami penderitaan dan trauma serta kehilangan masa depan. Mereka mengajukan gugatan perdata ke pengadilan.

Pada 18 Juni lalu, Pengadilan Negeri Pasaman Barat menghukum Kepolisian membayar Rp 300 juta. Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Padang. Dihukum membayar denda Rp 300 juta, Polri keberatan dan mengajukan permohonan peninjauan kembali. Tapi Mahkamah Agung bergeming. ”Menolak permohonan dari Kapolri, cq bunyi permohonan Kapolda Padang, cq Kapolres Pasaman Barat, cq Kapolsek Kinali,” begitu putusan majelis hakim peninjauan kembali sebagaimana dilansir situs Mahkamah Agung.

ANDRI EL FARUQI (PADANG)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus