Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasat Reskrim Polres Jakarta Barat Komisaris Joko Dwi Harsono menyatakan belum menerima laporan dugaan kartel kremasi jenazah Covid-19. Kartel kremasi tersebut viral setelah seseorang bernama Martin ditawari biaya kremasi hingga Rp 80 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sampai saat ini belum ada laporan ke polisi. Kalau bisa Pak Martin yang menyebarkan berita WhatsApp tersebut hadir di Polres untuk memberi informasi," ujar Joko saat dihubungi, Senin, 19 Juli 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Joko mengatakan kepolisian siap melakukan pengusutan terhadap dugaan ada kelompok yang sengaja menggelembungkan harga paket kremasi jenazah Covid-19 hingga berlipat ganda. Keberadaan kartel tersebut karena sudah meresahkan masyarakat.
Namun, sampai saat ini polisi baru melakukan penyelidikan dugaan kartel kremasi tersebut dengan informasi seadanya. "Harapan kami Pak Martin dapat bersikap tanggung jawab dengan datang ke Polres untuk memberi informasi yang lengkap," kata Joko.
Cerita kartel kremasi ini bermula dari unggahan seorang warga Jakarta Barat bernama Martin. Dia menyampaikan, seorang petugas yang mengaku dari dinas di DKI menghampirinya pada Senin pagi, 12 Juli 2021.
Pada hari itu ibunda Martin meninggal akibat Covid-19 di sebuah rumah sakit dan akan dikremasi. Petugas ini menawarkan bantuan akan mencarikan krematorium untuk ibu Martin. Kremasi dapat dilakukan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat dengan tarif Rp 48,8 juta.
Martin terkejut. Sebab, tarif kremasi kakaknya yang meninggal enam pekan lalu tak sampai Rp 10 juta. Begitu juga dengan harga kremasi dua anggota keluarganya yang meninggal akibat Covid-19 dua pekan lalu hanya Rp 24 juta per orang.
"Kami terkejut dan mencoba menghubungi hotline berbagai krematorium di Jabodetabek, kebanyakan tidak diangkat sementara yang mengangkat jawabnya sudah full," tulis Martin.
Martin lalu menghubungi pengurus kremasi sang kakak. Pengurus itu lantas menawarkan kremasi di Cirebon dengan harga Rp 45 juta. Jasa kremasi lainnya juga membanderol harga tinggi, yakni Rp 45-55 juta per jenazah Covid-19.
Mau tak mau keluarga Martin menerima tawaran kremasi di Karawang. Hal itu karena pihak rumah sakit mendesak agar jenazah segera dipindahkan. Namun, petugas yang mengaku dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI itu mengatakan tak ada lagi slot kremasi di Karawang.
"Tak lama kemudian orang yang dimaksud menelepon dan mengkhabarkan dapat slot untuk lima hari ke depan, di krematorium pinggir kota dengan harganya Rp 65 juta," jelas dia. "Segera kami mengerti bahwa kartel telah menguasai jasa mengkremasi sanak family korban Covid-19 dengan tarif Rp 45 sampai dengan Rp 65 juta."
Besok paginya, 13 Juli 2021, jenazah ibu Martin tiba di krematorium Cirebon pukul 09.30. Jenazah sang ibu dibawa dengan mobil jenazah yang berisikan dua peti. Artinya, satu mobil mengangkut dua jenazah. Selanjutnya pengurus krematorium di Cirebon mengatakan harga paket kremasi hanya Rp 2,5 juta.
Cerita kartel tak berhenti di sini. Martin menuturkan, istrinya mendapat kabar kenalannya yang meninggal akibat Covid-19 pada Sabtu pagi, 17 Juli 2021. Jenazah Covid-19 semula akan dikremasi, tapi batal. Sebab, tarif kremasi dipatok Rp 80 juta. "Itupun harus tunggu beberapa hari lagi. Akhirnya diputuskan dikubur di Rorotan, gratis dibiayai pemerintah," tulis dia.
Baca juga: Minta Pemprov DKI Tentukan Tarif Atas Kremasi, PSI: Jangan Ada yang Raup Untung